
FirstIndonesiaMagz.id– Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan sejumlah rencana strategis terkait perbaikan layanan BPJS Kesehatan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan. Budi menekankan bahwa keberlanjutan finansial BPJS Kesehatan menjadi prioritas utama pemerintah, di tengah dinamika kenaikan iuran yang dinilai sensitif secara politik dan sosial.
Dalam paparannya, Budi mengatakan bahwa iuran BPJS Kesehatan saat ini tergolong cukup murah dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Pemerintah, kata dia, terus berupaya agar pengelolaan iuran tersebut lebih efisien.
“Tentu tugas kita bersama untuk menjelaskan bahwa iuran BPJS itu sebenarnya sangat murah dan menguntungkan bagi kesehatan masyarakat,” ujar Budi.
Ia menambahkan bahwa pengkajian terhadap iuran terus dilakukan untuk memastikan keberlanjutan BPJS dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Salah satu poin utama yang disampaikan Menkes adalah orientasi baru BPJS Kesehatan agar lebih fokus pada masyarakat kurang mampu. Ia menyebutkan bahwa masyarakat dengan kemampuan finansial tinggi tidak perlu lagi disubsidi oleh negara melalui BPJS.
“BPJS nggak usah cover yang kaya-kaya. Karena yang kaya kelas satu itu, biar dia sama swasta,” kata Budi.
Budi mengungkapkan bahwa Kemenkes baru saja menandatangani perjanjian dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengintegrasikan pelayanan antara asuransi swasta dan BPJS melalui mekanisme coordination of benefits. Selama ini, koordinasi antara dua lembaga tersebut dinilai tidak maksimal.
“Kita tanda tangan sama OJK untuk combine benefit, biar yang besar swasta aja yang ambil. Supaya BPJS bisa sustain dengan meng-cover yang level bawah,” ujarnya.
Menurut Budi, skema ini akan memastikan 280 juta rakyat Indonesia tetap mendapatkan jaminan kesehatan yang lebih tepat sasaran.
Selain pembiayaan, Budi juga menyoroti persoalan sistem rujukan BPJS Kesehatan yang dinilai terlalu berbelit dan memakan waktu. Ia mencontohkan kasus pasien serangan jantung yang seharusnya langsung dirujuk ke rumah sakit tipe A, namun harus melewati beberapa tingkat fasilitas kesehatan.
“Sekarang kalau orang kena serangan jantung, dari puskesmas masuk dulu ke rumah sakit tipe C, lalu ke tipe B, baru ke tipe A. Padahal yang bisa menangani itu jelas tipe A,” tegasnya.
Sistem rujukan bertingkat seperti itu, menurut Budi, bukan hanya tidak efisien bagi BPJS, tetapi juga berisiko membahayakan pasien.
Karena itu, Kemenkes berencana menerapkan sistem rujukan berbasis kompetensi, yang memungkinkan pasien langsung dirujuk ke fasilitas kesehatan yang benar-benar mampu menangani kondisinya.
“BPJS nggak usah keluar uang tiga kali. Lebih baik langsung dinaikkan ke yang paling atas. Pasien juga lebih cepat tertangani,” tambah Budi.
Ia menegaskan bahwa kebijakan baru ini akan mengurangi biaya layanan, mempercepat penanganan, dan meningkatkan kepuasan peserta.
Dengan fokus baru yang lebih tepat sasaran, efisiensi pembiayaan, serta perbaikan sistem rujukan, pemerintah berharap BPJS Kesehatan dapat semakin berkelanjutan dan memberikan pelayanan lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia.



























