firstindonesiamagz.id – Sekarang ini Turki telah sah berganti nama secara internasional dari Turkey menjadi Turkiye.
Perubahan nama negara ini telah disetujui oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (01/06/2022).
Juru Bicara PBB Stephane Dujarric menyampaikan bahwa PBB telah menerima perubahan nama menjadi Turkiye. Nama terbarunya kini Turkiye dan efektif pada Rabu lalu (1/6), sebagaimana yang dimuat CNN.
Setelah PBB menerima permintaan secara resmi pergantian nama dari Pemerintah Turki, dan memastikan bahwa dokumen tersebut telah sah, kemudian Dujarric menyatakan bahwa pergantian nama merupakan kebebasan bagi setiap negara.
“(Pergantian nama negara) Itu bukan masalah, bukan kewenangan kami untuk menerima atau tidak menerima,” ungkap Dujarric dilansir Kompas.com dari CNN.
“Negara bebas memilih nama negara masing-masing. (Pergantian nama negara) Itu tidak terjadi setiap hari, tetapi bukan hal yang aneh jika negara mengubah nama mereka,” sambungnya.
Kendati demikian, permohonan pergantian nama menjadi Turkiye selama beberapa waktu lalu sudah diajukan oleh pihak pemerintah.
Namun ternyata, kampanye pergantian nama menjadi Turkiye sudah berlangsung sejak Desember 2021 lalu, di bawah kepemimpinan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Berdasarkan keterangan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, pergantian nama dilaksanakan dalam rangka meningkatkan branding atau nilai merek brand value negara tersebut.
Dengan adanya keputusan tersebut Cavusoglu pun mengeluarkan surat resmi kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
“Saya menginformasikan kepada Anda, sesuai dengan Surat Edaran Presiden, tertanggal 2 Desember 2021, tentang penggunaan kata Turkiye dalam bahasa asing dan bagian dari strategi branding. Maka, Pemerintah Republik Turkiye, selanjutnya akan mulai menggunakan nama Turkiye untuk menggantikan nama Turkey, Turkei, dan Turquie yang digunakan sebelumnya guna merujuk pada Republik Turkiye,” tulis dalam surat tersebut.
Selesai memperoleh restu dari PBB, Direktur Komunikasi Turki Fahrettin Altun pun langsung mengunggah video promosi di Twitter Turki, dengan tema: #HelloTurkiye.
Presiden Recep Tayyip Erdogan menyampaikan adanya nama baru tersebut untuk mengungkapkan budaya, peradaban, dan nilai-nilai bangsa Turki dengan cara terbaik.
Namun, tanggapan lain diungkapkan oleh Ketua Center for Economics and Foreign Policy Studies (EDAM) Istanbul, Sinan Ulgen. Melansir CNN, Ia menuturkan nama Turkey dihubungkan dengan burung kalkun, yang merupakan burung besar simbol perayaan Thanksgiving di Amerika.
Dikutip dari Kompas.com, dalam bahasa Inggris, burung kalkun biasa disebut turkey atau wild turkey, serupa dengan nama internasional Turki, yaitu Turkey sebelum melakukan perubahan.
Ulgen mengatakan, ini bukan pertama kalinya perubahan nama terjadi di negara ini.
Pada pertengahan 1980-an, pemerintahan Perdana Menteri Turgut Ozal pernah melakukan hal yang sama.
Namun, upaya itu tidak disambut oleh masyarakyat.
Setelah perubahan nama menjadi Turkiye mengantongi restu dari PBB, maka mulai saat ini, organisasi internasional diwajibkan untuk menggunakan nama baru itu.
Meskipun begitu, Ulgen memprediksi prosesnya butuh waktu yang lama.
“Kemungkinan akan memakan waktu bertahun-tahun bagi publik internasional yang lebih luas untuk beralih dari Turkey ke Turkiye,” ucapnya.
Tanggapan berbeda disampaikan oleh Francesco Siccardi, Manajer Senior di Lembaga Riset Carnegie Europe. Ia menduga ada motivasi politik di balik diambilnya langkah tersebut.
Terlebih, masyarakat Turki bakal mengadakan pemilihan umum (pemilu) pada Juni 2023 mendatang, tetapi menurut informasi negara tersebut tengah dilanda krisis ekonomi.
Defisit perdagangan luar negeri Turki naik 98,5 persen secara tahunan (yoy) menjadi 6,11 miliar dolar AS pada April. Serupa, inflasi tahunan meningkat 73,5 persen bulan lalu, yang merupakan level tertinggi dalam 22 tahun terakhir.
Diperoleh dari Kompas.com, Siccardi menuturkan bahwa pada saat krisis, presiden dominan menggunakan gerakan populis untuk mengalihkan perhatian dari masalah di dalam negeri.
“Nama baru akan mengalihkan perhatian domestik dari masalah yang lebih konkret dan mendesak. Selain itu, memberikan argumen baru bagi Presiden Erdogan, dalam kasus ini (pergantian nama) adalah negara Turki yang lebih kuat dan lebih tradisional,” pungkas Siccardi.