Beranda News Waspada Tsunami Setinggi 10 Meter, BMKG: Masyarakat Harus Lakukan Mitigasi Bencana

Waspada Tsunami Setinggi 10 Meter, BMKG: Masyarakat Harus Lakukan Mitigasi Bencana

0
990

Ilusttasi Tsunami (Source: Apahabar.com Banjarmasin)

FirstIndonesiaMagz.id-Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menginformasikan bahwa tsunami setinggi 8 hingga 10 meter di Pantai Selatan Jawa merupakan bencana yang tentunya harus diwaspadai.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan potensi tsunami itu sendiri terjadi lantaran disebabkan dua sumber gempa yakni Sesar Opak dan subduksi lempeng atau megathrust.

“Sesar Opak merupakan sumber gempa yang jalurnya terletak di daratan ini memang aktif dan belum berhenti aktivitasnya. Sedangkan di Samudra Hindia selatan Yogyakarta juga terdapat sumber gempa subduksi lempeng atau megathrust, yang juga masih sangat aktif,” kata Dwikorita, dilansir dari CNNIndonesia.

Dikatakan Dwikorita, Sesar Opak di daratan Daerah Istimewa Yogyakarta berpotensi mengakibatkan guncangan Magnitudo (M) 6,6. Kemudian subduksi lempeng atau megathrust dengan potensi M 8,7 di selatan Jawa.

Untuk itu menjadi hal yang krusial untuk melakukan pelatihan mitigasi kebencanaan kepada masyarakat di DIY. Harapannya dengan adanya pelatihan mitigasi kebencanaan, masyarakat dapat mempraktikkannya secara berkesinambungan, terlebih bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah yang rawan akan bencana.

Dwikorita memaparkan Sesar Opak merupakan patahan dengan jalur sesar yang mencapai 45 kilometer di sepanjang aliran Sungai Opak, DIY.

Sungai Opak berhulu dari lereng Gunung Merapi, kemudian mengalir ke selatan dengan muara langsung ke Samudra Hindia di Pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta.

BMKG melaporkan bahwa Sesar Opak bertanggung jawab atas terjadinya gempa bumi pada 27 Mei 2006 yang telah menewaskan 6.234 orang. Ketika itu muncul gejala peningkatan aktivitas kegempaan akibat Sesar Opak. Seperti gempa dengan magnitudo 6 di Bantul pada 30 Juni lalu.

“Peluang periode ulang untuk terjadi gerakan lagi atau pengunciannya mulai lepas tampak dari aktivitas kegempaannya yang saat ini mulai meningkat. Kesiap-siagaan masyarakat harus terus ditingkatkan, jangan terputus,” sebut Dwikorita.

Selain itu, Dwikorita menambahkan mengenai megathrust. Menurutnya megathrust adalah daerah pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi di lokasi zona subduksi.

Di waktu yang berbeda, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menyampaikan bahwa zona subduksi dapat mengakibatkan gempa dan tsunami yang kerapkali menerjang wilayah selatan Pulau Jawa.

Berdasarkan laporan BMKG, Daryono mengungkapkan sebanyak delapan kali kawasan selatan Jawa telah dilanda tsunami di antaranya pada tahun 1818, 1840, 1859, 1904, 1921, 1957, 1994, dan 2006.

“Ini merupakan catatan penting terkait dengan potensi dan bahaya gempa dan tsunami di selatan Yogyakarta dan selatan Jawa pada umumnya,” tukas Daryono.

TIDAK ADA KOMENTAR