FirstIndonesiaMagz.id – Data dari pemerintah China, menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO menunjukkan bahwa tidak ada varian virus corona baru.
Kendati demikian, data tersebut tidak menunjukkan dengan detail berapa banyak orang yang meninggal atas wabah Covid-19 yang terjadi di negeri tirai bambu itu.
Hal itulah yang mendorong kegelisahan global yang berkembang pesat di masyarakat.
Pasalnya keakuratan pelaporan China terkait wabah yang membuat rumah sakit penuh dan sejumlah rumah duka kerepotan sejak Beijing tiba-tiba saja memutuskan kebijakan “nol-Covid”.
Sementara itu, Badan PBB mempublikasikan data yang disediakan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC), sehari setelah pejabat WHO bertemu dengan para ilmuwan China.
Menurut CNNIndonesia, China telah mencatatkan kematian yang disebabkan Covid setiap harinya yang totalnya sedikit dan dapat dihitung dengan jari.
Direktur kedaruratan WHO, Mike Ryan, mengungkapkan bahwa angka saat ini yang dirilis dari China kurang mewakili rawat inap pasien unit perawatan intensif dan “khususnya dalam hal kematian.”
Sedangkan, dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut badan PBB tengah mencari data yang lebih cepat dan teratur dari China terkait rawat inap dan kematian.
“WHO prihatin dengan risiko terhadap kehidupan di China dan telah menegaskan kembali pentingnya vaksinasi, termasuk dosis penguat untuk melindungi dari rawat inap, penyakit parah, dan kematian,” ujarnya.
Di sisi lain, Harian People’s Daily, surat kabar resmi Partai Komunis, berusaha mengamankan masyarakat atas apa yang disebutnya sebagai “kemenangan akhir” atas Covid-19, membantah kritik terhadap kebijakan isolasi ketat yang memicu protes langka tahun lalu.
Penghapusan pembatasan sangat ketat secara mendadak bulan lalu telah menyebarkan virus ke 1,4 miliar orang di negara itu, yang mana kebanyakan dari mereka mempunyai sedikit kekebalan.
Untuk menentukan skala wabah dan bagaimana menghentikan penyebarannya, pejabat kesehatan di luar negeri telah berupaya dengan memperkenalkan langkah-langkah seperti tes Covid pra-keberangkatan untuk kedatangan dari China, langkah yang dikritik Beijing.
Kemudian dari pejabat Uni Eropa sendiri menganjurkan pada hari Rabu bagi para penumpang yang terbang dari China ke UE wajib menjalani tes negatif sebelum mereka berangkat.
Kelompok Tanggap Krisis Politik Terintegrasi Uni Eropa yakni sebuah badan yang terdiri dari pejabat 27 pemerintah yang diwakili, juga turut mencanangkan pengujian dan pengurutan air limbah di pesawat dari China dan di bandara yang menangani penerbangan internasional.
Pencanangan tersebut seperti analisis CDC China yang menunjukkan dominasi sublineages Omicron BA.5.2 dan BF.7 di antara infeksi yang didapat secara lokal, berdasarkan data yang dilaporkan oleh WHO.
Lebih jauh, Omicron juga tetap menjadi varian virus corona yang sangat berpengaruh menurut pengurutan genom, yang belakangan ini membenarkan apa yang telah diucapkan para ilmuwan disamping menghilangkan kekhawatiran tentang varian baru yang muncul.