
FirstIndonesiaMagz.id– Nepal tengah menghadapi krisis politik paling serius dalam beberapa dekade terakhir setelah dua pemimpin tertingginya, Presiden Ram Chandra Poudel dan Perdana Menteri KP Sharma Oli, mengundurkan diri dalam waktu hampir bersamaan. Peristiwa dramatis ini terjadi pada Selasa (9/9), hanya beberapa jam setelah aksi demonstrasi besar-besaran berubah menjadi kerusuhan yang disertai pembakaran rumah pejabat pemerintah.
Pengunduran diri Presiden Poudel yang menyusul langkah PM Oli telah meninggalkan Nepal tanpa pemimpin eksekutif di tengah situasi politik dan keamanan yang semakin tidak terkendali. Kondisi ini memunculkan spekulasi kuat bahwa militer Nepal akan mengambil alih kendali negara. Media News18 melaporkan, Panglima Militer Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, bahkan disebut-sebut sedang menyiapkan pernyataan resmi mengenai langkah militer berikutnya.
Rumah Pejabat Jadi Sasaran Amuk Massa
Gelombang protes yang awalnya digerakkan ribuan mahasiswa dan generasi muda Nepal berubah menjadi kerusuhan besar. Amarah massa dilampiaskan dengan menyerang kediaman sejumlah pejabat tinggi, termasuk rumah pribadi PM Oli, beberapa menteri kabinet, hingga kediaman Presiden Poudel.
Sekelompok demonstran dilaporkan membobol masuk ke rumah Poudel, melakukan pembakaran, serta menjarah barang-barang berharga di dalamnya. Situasi ini kian memperburuk kondisi keamanan di ibu kota Kathmandu dan sekitarnya.
Militer Evakuasi Pejabat dan Perketat Pengamanan
Meningkatnya eskalasi kerusuhan membuat militer Nepal turun tangan langsung. Kathmandu Post melaporkan bahwa militer mulai mengevakuasi sejumlah menteri dari rumah dinas mereka di kawasan Bhaisepati menggunakan helikopter.
Selain itu, pejabat keamanan senior Nepal mengonfirmasi bahwa pengamanan di Gedung Parlemen telah diperketat. Sejumlah pejabat pemerintahan juga telah dipindahkan ke barak militer dengan penjagaan ekstra ketat guna mencegah serangan lebih lanjut dari massa.
Demonstrasi Generasi Muda Meluas, Ratusan Luka-Luka
Krisis politik ini berawal dari gelombang demonstrasi yang digerakkan oleh ribuan pemuda Nepal, sebagian besar pelajar dan mahasiswa dari generasi Z. Mereka menuduh pemerintah gagal memberantas korupsi dan menuntut reformasi menyeluruh.
Aksi protes yang berlangsung sejak awal pekan berubah menjadi bentrokan keras pada Senin (8/9). Bentrokan tersebut menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai ratusan lainnya. Kekerasan semakin meluas setelah pemerintah memutuskan memblokir puluhan aplikasi media sosial dan situs daring, yang dianggap demonstran sebagai upaya membungkam suara rakyat.
Ketidakpastian Masa Depan Nepal
Dengan mundurnya dua pemimpin tertinggi negara dalam waktu hampir bersamaan, Nepal kini menghadapi kekosongan kekuasaan yang berbahaya. Militer menjadi satu-satunya institusi yang memiliki kekuatan untuk mengendalikan keadaan. Namun, intervensi militer juga dikhawatirkan akan memperpanjang instabilitas politik di negara Himalaya tersebut.
Para pengamat menilai, krisis Nepal kali ini bukan hanya soal pergantian kepemimpinan, melainkan refleksi dari kekecewaan generasi muda terhadap sistem politik yang dianggap gagal menghadirkan keadilan dan kesejahteraan. Situasi ini menempatkan Nepal di persimpangan jalan yang menentukan masa depan demokrasinya.