FirstIndonesiaMagz.id– Riak Sungai Musi siang itu terlihat tenang. Awan putih yang menggumpal di atasnya menandakan cuaca tengah bersahabat. Tak jauh dari lokasi, terbentang Jembatan Ampera berwarna merah yang melintasi Sungai Musi. Jembatan ikonik ini telah lama menjadi simbol Kota Palembang, Sumatera Selatan, dikenal luas hingga mancanegara.
Tapi bukan hanya Jembatan Ampera yang mengingatkan kita pada Kota Palembang. Sebuah kudapan ringan dengan rasa ikan yang khas, sangat identik dengan kota tersebut. Orang-orang mengenal makanan tersebut dengan nama pempek. Dimanapun kita menyantap pempek, ingatan kita akan langsung tertuju pada Kota Palembang.
Sejarah pempek diperkirakan bermula pada masa Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-7 Masehi. Prasasti Talang Tuo mencatat keberadaan tanaman sagu, yang menjadi salah satu bahan utama pempek.
Selain sagu, bahan penting lainnya adalah ikan. Selama ini, ikan tenggiri dikenal sebagai bahan utama pempek. Di berbagai sentra kuliner, pempek tenggiri menjadi penanda keaslian rasa. Secara historis, ikan belida merupakan bahan baku asli pempek, tekwan dan kerupuk Palembang. Ikan air tawar ini dahulu mudah ditemukan di Sungai Musi dan memiliki tekstur kenyal serta rasa gurih yang khas.
Namun kini ikan belida sulit didapat. Wujudnya mulai jarang terlihat di Sungai Musi. Yudi, salah satu local hero program Belida Musi Lestari, anggota Pokdakan Tunas Makmur, ingat betul betapa mudahnya menangkap ikan belida dahulu kala. Sontak, ingatannya terlempar ke beberapa dekade lalu.
“Dulu ikan belida banyak di Sungai Musi, menangkapnya pun mudah. Sekarang sudah jarang terlihat,” ujar Yudi.
Menurut Yudi, pada saat itu penangkapan ikan belida oleh masyarakat dilakukan secara masif, karena cita rasanya yang autentik dan berkelas. Seiring dengan makin populernya kudapan pempek, makin banyak pula ikan belida yang ditangkap hingga populasinya menurun. Dan pada 1980, pemerintah menyatakan ikan belida adalah hewan dilindungi berdasarkan sejumlah peraturan.
Diantaranya Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 716 tahun 1980 tentang Penetapan Binatang liar yang dilindungi, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dan Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup No. P.106 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Permen LHK No. P.20 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Dan setelah pengelolaan untuk kelompok ikan dialihkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, ikan belida kemudian dimasukkan dalam Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 1 Tahun 2021 tentang Jenis Ikan Dilindungi.
Merasa ikan belida jadi bagian dari masa kecilnya, kini Yudi terpanggil untuk turut berkontribusi dalam upaya pelestarian ikan tersebut bersama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Plaju melalui Program Belida Musi Lestari. Program konservasi tersebut sudah berjalan sejak 2019 dan menjadi bagian dari program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang digulirkan KPI. Yudi sendiri bergabung dengan Program Belida Musi Lestari pada 2022.
Sebelum terlibat dalam program itu, Yudi fokus dalam budidaya ikan air tawar lainnya, seperti sepat, patin dan gurame. Kepiawaiannya dalam mengembangbiakan ikan, kini digunakan untuk melestarikan ikan belida yang terancam punah.
KPI Ikut Lestarikan Ikan Belida
Jika dilihat spesiesnya, ikan belida terbagi dalam empat jenis, yakni Belida Jawa (Notopterus Notopterus), Belida Sumatra (Chitala Hypselonotus), Belida Borneo (Chitala Borneensis), dan Belida Lopis (Chitala Lopis). Perbedaan ini disebabkan keberadaan ikan belida yang menyebar di sejumlah perairan di Indonesia. Pada 2020, Belida Lopis sempat dinyatakan punah (extinct). Namun kembali ditemukan berdasarkan hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ikan inilah yang awal mulanya dilestarikan oleh KPI.
Pjs. Corporate Secretary KPI, Milla Suciyani mengatakan, keterlibatan KPI dalam konservasi ikan belida berawal dari keprihatinan akan terus menurunnya populasi ikan belida. Menurutnya, ikan ini tak hanya sebuah spesies, namun juga merupakan identitas wilayah Sumatera Selatan yang patut untuk dilestarikan. Penangkapan yang berlebihan tidak dibarengi dengan upaya pelestarian, membuat ikan ini pada akhirnya langka.
“Populasi ikan belida semakin lama semakin menurun, ini yang membuat kami tergerak untuk ikut melakukan upaya pelestarian. Namun ini bukan hanya sekadar kepedulian untuk menyelamatkan sebuah spesies langka, tapi juga upaya untuk menyelamatkan identitas Sungai Musi yang merupakan salah satu ikon Indonesia,” ujar Milla.
Menurut Milla, Program Belida Musi Lestari dilaksanakan KPI pada 2019 setelah sebelumnya berdiskusi dengan sejumlah pemangku kepentingan, diantaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan Kabupaten Banyuasin, Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluh Perikanan (BRPPUPP), Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas PGRI Palembang dan Yayasan Diversitas Lestari Nusantara yang memiliki keresahan yang sama terhadap terus merosotnya populasi ikan belida di Sumatera Selatan.
Awalnya, program ini dilakukan untuk melestarikan ikan belida Lopis atau Chitala Lopis. Namun pada perkembangannya, ikan Belida Jawa, Belida Sumatera dan Belida Borneo juga ikut dikembangbiakan. Konservasi dimulai pada 2019 ketika KPI menyelamatkan 30 ekor ikan belida dari nelayan. Ikan-ikan tersebut lalu dibudidaya oleh Pokdakan Mulia di Kelurahan Talang Bubuk.
Setahun kemudian, KPI bekerja sama dengan Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluh Perikanan (BRPPUPP). Namun setelah terbitnya Perpres No. 34 Tahun 2022 yang menetapkan ikan belida hanya untuk kegiatan riset maka KPI menjalin kerja sama dengan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). Selain kerja sama dengan BRIN, KPI juga mengembangkan ekosistem pendukung konservasi di Desa Sungai Gerong yang melibatkan Pokdakan Barokah dan Pokdakan Tunas Makmur melalui budidaya perikanan end-to-end terintegrasi yang memiliki komitmen sama untuk bisa melestarikan ikan belida.
“Lokasi pengembangbiakan ikan di Desa Sungai Gerong sangat cocok untuk konservasi ikan belida. Terlebih masyarakat disana juga sebelumnya juga mengembangbiakan ikan sepat yang merupakan pakan alami ikan belida,” tambah Milla.
Model konservasi ini menelurkan 1050 butir dan menghasilkan 40 ekor generasi pertama (G1) ikan belida di kolam Resirkulasi Aquaculture System (RAS) melalui pemijahan semi-buatan. Keberhasilan tersebut membuat KPI makin semangat untuk melestarikan ikan belida dan pada tahun 2025 ini berkomitmen untuk mulai melakukan transisi konservasi ikan Belida kepada masyarakat.
“Optimasi reproduksi ikan belida juga dilakukan dengan pemijahan semi-buatan. Dengan tiga teknik itu, tahun lalu, ikan belida yang dikonservasi KPI menghasilkan 1.050 telur dan menetaskan 64 ekor ikan belida generasi pertama,” tutur Milla.
Tantangan dan Keberhasilan Melestarikan Ikan Belida
Yudi telaten memeriksa kolam ikan belida yang ada di Pokdakan Tunas Makmur, Desa Sungai Gerong, Kecamatan Banyuasin I, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Matanya tak luput memantau anakan ikan belida yang berenang kesana kemari dalam kolam. Ia rutin memeriksa kadar asam atau pH air, memberi pakan, memastikan ikan belida berkembang dengan baik. Inilah yang dilakukan Yudi setiap hari.
“Namanya budidaya, kita harus rutin memeriksa kolam, memberi makan agar ikan belida tumbuh dengan baik, sesuai harapan bersama,” tutur Yudi.
Menurutnya, mengembangbiakan ikan belida memerlukan teknik khusus. Sebab ikan ini sulit berkembang biak jika tidak di ekosistem aslinya. Karena itulah ia menduplikasi ekosistem ikan belida semirip mungkin dengan aslinya di dalam kolam.
“Ikan belida itu rata-rata hidupnya di perairan mengalir, makanya kita harus ikuti pola hidup dia di habitat aslinya, salah satunya dengan penggunaan pompa dan aerator,” ujarnya.
Namun itu bukan satu-satunya tantangan dalam mengembangbiakkan ikan belida. Tantangan lainnya adalah ikan belida memiliki karakteristik reproduksi yang berbeda. Dalam satu siklus, ikan belida hanya menghasilkan 400 hingga 10 ribu telur, jauh lebih sedikit dibanding ikan air tawar lain yang bisa mencapai ratusan ribu.
“Untuk memaksimalkan jumlah telur yang menetas, juga dibutuhkan inovasi, yang telah kita lakukan adalah pemijahan semi-buatan dan injeksi hormonal”, ujar Area Manager Communication, Relation & CSR Kilang Plaju Siti Rachmi Indahsari.
Menurut Rachmi, di alam liar, ikan belida ini cenderung pemalu dan suka bersembunyi, maka dari itu KPI melakukan inovasi pemanfaatan pipa Limbah Non-B3 kilang untuk rumah ikan Belida. Ikan belida biasanya menempelkan telurnya di akar atau kayu. KPI dan BRIN melakukan inovasi dengan menggunakan palet kayu limbah Non-B3 kilang yang dimodifikasi sebagai shelter telur ikan belida.
Saat ini, jumlah ikan belida total ada 370 ekor, dengan rincian belida lopis indukan 38 ekor, calon induk 12 ekor, calon induk G1 10 ekor dan benih G1 ada 40 ekor. Sementara jumlah indukan belida Jawa mencapai 111 ekor, calon induk 81 ekor, G1 sebanyak 25 ekor. Lalu belida Sumatera terdapat 4 ekor induk.
Rachmi mengatakan, tahun ini KPI menargetkan bisa memijah indukan G1, sehingga tahun depan bisa lahir ikan-ikan belida generasi kedua hasil konservasi. Ia menambahkan, jika ikan belida G2 sudah bisa dihasilkan, maka perlahan konservasi akan dialihkan ke masyarakat pembudidaya ikan sepenuhnya.
Seiring dengan hal itu, pada 2026 diharapkan bisa terbentuk Kawasan Edukasi Perikanan Terintegrasi & Berdikari di Desa Sungai Gerong, Kecamatan Banyuasin I, Kabupaten Banyuasin, Sumsel, sebagai hasil paripurna dari Program Belida Musi Lestari.
Tak hanya itu, cita-cita besar KPI dari keseluruhan program ini adalah melepasliarkan ikan belida ke habitat aslinya, sebagai tanda meningkatkan populasi ikan tersebut, sehingga keluar dari status dilindungi secara penuh.
“Adalah menjadi mimpi kita semua untuk bisa melihat ikan belida bisa kembali berenang di Sungai Musi suatu hari nanti. Di saat yang bersamaan, tumbuh kesadaran masyarakat untuk ikut melestarikan ikan ini, agar cita rasanya tetap terjaga dalam setiap gigitan pempek, tekwan atau kerupuk Palembang yang kita konsumsi,” tutur Milla.
Yudi dan rekan-rekannya di Pokdakan Desa Sungai Gerong juga menyimpan harapan yang sama. “Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melestarikan ikan belida? Kalau kita tidak ikut serta dalam upaya pelestarian ini, generasi mendatang hanya akan mendapatkan cerita tentang ikan belida,” ujarnya tegas.
Konservasi ikan belida yang dilakukan KPI sejaakan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke lima, yakni menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati.