FirstIndonesiaMagz.id- Industri pengolahan terus membaik kinerjanya pada triwulan III tahun 2023.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada periode tersebut, industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 5,20 persen (y-on-y), melampaui pertumbuhan ekonomi yang sebesar 4,94 persen pada periode yang sama.
Industri pengolahan juga tetap menjadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi dan meningkat dari 0,99% menjadi 1,06% pada triwulan III tahun 2022.
“Di tengah penurunan daya beli dan melemahnya nilai tukar Rupiah yang mempengaruhi produksi, industri pengolahan masih terus berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Kami mengapresiasi kinerja luar biasa dari pelaku usaha ini,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (07/11).
Hal ini mungkin terjadi jika beberapa permasalahan yang penyelesaiannya bergantung pada kementerian/lembaga lain dapat diselesaikan.
Misalnya program HGBT (Harga Gas Bumi Konsisten) yang tidak berjalan baik.
Banyak industri peserta program HGBT yang masih menerima gas sebagai bahan baku dan energi dengan harga lebih dari 6 USD/MMBTU.
Selain banderol harga di atas $6 per MMBTU, tawaran ini juga tidak fleksibel. Hal ini berdampak pada daya saing produk, permintaan, penggunaan, dan lapangan kerja.
Terakhir, tidak efektifnya program HGBT turut menghambat pertumbuhan industri manufaktur.
Contoh kedua, pengetatan arus impor masih belum optimal. Saat ini pasar dalam negeri ang manufaktur, utilitas industri, dan pekerja industri.
Lemahnya stabilitas dan buruknya koordinasi antar kementerian/lembaga juga turut menyebabkan besarnya arus barang impor ke pasar dalam negeri. ***