FirstIndonesiaMagz.id, Jakarta-Eks Direktur Utama atau Dirut PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, hari ini pada Senin (19/02) dijadwalkan bakal membacakan eksepsinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Karen sebagai tersangka lantaran kasus pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina pada 2011-2021.
“Pukul 09.00 jadwal pembacaan eksepsi. Tapi mulainya unpredictable,” kata Pengacara Karen, Luhut MP Pangaribuan.
Karen didampingi Herman Agustiawan yang merupakan suaminya. Diketahui keluarganya bakal datang ke ruang sidang pukul 09.50.
Pada ruang sidang M. Hatta Ali terlihat bahwa pengunjung sudah memenuhi ruangan. Mereka mengaku penasaran dan bak memantau langsung pembacaan eksepsi dari Karen sejak pukul 09.30.
Sebagai informasi Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, didakwa merugikan negara sebesar US$ 113,83 juta dalam pengadaan LNG untuk periode 2011-2021. Dakwaan itu dibacakan oleh jaksa penuntut umum KPK di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, pada Senin kemarin (12/02).
“Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT Pertamina (Persero) sebesar US$ 113.839.186,60,” kata jaksa penuntut umum KPK pada Senin (12/02).
Kerugian tersebut dihitung berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK atas pengadaan LNG yang dibeli dari Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada PT Pertamina dan instansi yang berkaitan. Laporan itu teregister dengan Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023/ tertanggal 29 Desember 2023.
Karen juga didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104.016. Perbuatan Karen disebut dilakukan bersama Yenni Andayani selaku Senior Vice President Gas and Power PT Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyulianto selaku Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014.
Jaksa penuntut umum mengatakan perbuatan Karen yang memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat dilakukan tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas. “Dan memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis,” ucapnya.