
FirstIndonesiaMagz.id– Sebanyak 54 orang dilaporkan luka-luka akibat ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat (7/11). Ledakan yang terjadi di area masjid sekolah itu menimbulkan kepanikan hebat di antara siswa, guru, dan warga sekitar.
Polisi segera mensterilkan kawasan sekolah dan memasang garis pembatas. Tim Penjinak Bahan Peledak (Jihandak) juga dikerahkan untuk menyisir lokasi dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Dari pemeriksaan awal, petugas menemukan sejumlah material yang diduga berkaitan dengan bahan peledak, namun jenis dan sumber ledakan masih dalam tahap penyelidikan.
Yang mengejutkan, aparat juga mengamankan dua senjata api di lokasi, satu senapan serbu SS2-V4 dan satu pistol revolver. Pada senapan SS2-V4 itu, ditemukan tulisan “Welcome To Hell” beserta beberapa nama yang menggemparkan publik internasional Alexandre Bissonnette dan Brenton Tarrant.
Nama Alexandre Bissonnette dan Brenton Tarrant bukan nama asing di dunia kejahatan teror.
Bissonnette adalah pelaku penembakan brutal di Pusat Kebudayaan Islam Quebec, Kanada, pada Januari 2017, yang menewaskan enam jemaah dan melukai beberapa lainnya. Saat itu, Bissonnette dikenal sebagai mahasiswa berusia 27 tahun yang aktif di forum daring dengan pandangan ekstrem kanan, antiimigran, dan antimuslim. Ia dijatuhi hukuman 25 tahun penjara tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.
Sementara Brenton Tarrant, warga negara Australia, merupakan pelaku penembakan massal di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret 2019. Aksi tersebut menewaskan 51 orang dan melukai 89 lainnya. Ia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada 2020.
Keduanya menjadi simbol ekstremisme sayap kanan global, dengan ideologi yang berakar pada supremasi ras dan kebencian terhadap kelompok tertentu.
Selain nama-nama tersebut, pada senjata juga ditemukan kata “Agartha”, istilah yang berasal dari teori konspirasi “Hollow Earth” atau “bumi berongga”. Dalam teori itu, Agartha dipercaya sebagai kota mitologi yang tersembunyi di bawah permukaan bumi, konon memiliki peradaban dan teknologi tinggi. Meski tak pernah terbukti secara ilmiah, istilah ini sering dikaitkan dengan narasi mistis dan ideologi alternatif ekstrem di forum daring.
Tak berhenti di situ, petugas juga menemukan tulisan “natural selection” dan “Luca Trajo” di sekitar lokasi. Makna dan keterkaitan istilah-istilah itu masih diselidiki oleh pihak kepolisian.
Menurut informasi awal, pelaku ledakan diduga seorang siswa berinisial FN. Motif di balik aksinya belum terungkap. Polisi masih menelusuri latar belakang FN, termasuk aktivitasnya di dunia maya dan kemungkinan keterpengaruhannya oleh ideologi ekstrem.
“Kami masih mendalami motif dan asal bahan peledak, serta menelusuri keterkaitan dengan simbol dan tulisan yang ditemukan,” ujar salah satu penyidik dari Polsek Kelapa Gading.
Hingga kini, kepolisian bersama tim Jihandak masih mengamankan area sekolah untuk memastikan tidak ada ancaman susulan.
Kasus ini sontak menjadi sorotan nasional. Kesamaan simbolik antara ledakan di SMA 72 dengan serangan oleh Bissonnette dan Tarrant di luar negeri menimbulkan kekhawatiran baru, apakah ideologi ekstrem kanan kini mulai menyebar di kalangan muda Indonesia?
Para pengamat terorisme menilai bahwa radikalisasi di era digital bisa menjangkau siapa pun, termasuk pelajar, melalui ruang maya yang sulit dikontrol. Ledakan di SMA 72 Jakarta kini menjadi peringatan bahwa pencegahan ekstremisme tidak hanya soal keamanan fisik, tetapi juga literasi digital dan mental generasi muda.



























