FirstIndonesiaMagz.id, Jakarta-Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR di Gedung Nusantara I DPR RI, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, Selasa (14/11) kemarin. Ida menyebut tantangan ketenagakerjaan di Indonesia salah satunya yakni kesenjangan antara sisi suplai dan demand pasar tenaga kerja.
Setiap tahun, sekitar 1,8 juta lulusan SMA/SMK/MA tak bisa diatasi Perguruan Tinggi dan terpaksa harus masuk pasar kerja. Digital skill menjadi tantangan untuk memenuhi kebutuhan industri di masa depan.
Selain itu tingkat pengangguran juga termasuk isu utama. Ketidaksesuaian keterampilan kerapkali menjadi hambatan antara keterampilan yang dimiliki oleh lulusan pendidikan formal dengan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Hal ini dapat menyebabkan sulitnya para pencari kerja mendapatkan pekerjaan.
Untuk itulah Digital skill menjadi tantangan yang harus diatasi setiap tenaga kerja Indonesia. Karena Menaker menyebut di masa depan, permintaan terhadap tenaga kerja dipastikan lebih banyak memfokuskan pada pekerjaan yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi digital.
Ida menambahkan dari soft skills seperti kemampuan analitis, orientasi pemecahan masalah, kreativitas, dan komunikasi juga bakal dibutuhkan.
“Namun, keterampilan digital yang dimiliki tenaga kerja Indonesia masih bersifat teoritis dan umum, sehingga terjadi kesenjangan di sisi suplai dan demand,” ucap Ida.
Dia juga menyebut sebagai solusi mengurangi kesenjangan pasar kerja, pihaknya telah membuat kebijakan link and match menuju kebijakan membangun integrasi pelatihan, sertifikasi, dan penempatan tenaga kerja yang terpadu.
“Untuk mencapai tujuan tersebut, kami memiliki kebijakan link and match ketenagakerjaan yang meliputi: pengembangan sistem integrasi pelatihan, sertifikasi, dan penempatan; penguatan kelembagaan dan pengembangan ekosistem pasar kerja; pengembangan pasar kerja inklusif; penguatan SDM pelatihan, sertifikasi, dan penempatan dalam melakukan integrasi pelatihan, sertifikasi, dan penempatan,” ujar Ida.
“Dan penguatan norma, standar, dan prosedur yang mendukung integrasi pelatihan, sertifikasi, dan penempatan; digitalisasi pelayanan pasar kerja; dan pengembangan kemitraan dan kolaborasi dengan stakeholders,” sambung Ida.
Seluruh kebijakan link and match ketenagakerjaan tersebut sejalan dengan revitalisasi dan strategi pendidikan dan pelatihan vokasi.