FirstIndonesiaMagz.id– Pemerintah Brasil melancarkan operasi besar-besaran untuk memburu anggota geng narkoba paling berpengaruh di negeri itu, Red Command atau Comando Vermelho (CV). Aksi yang disebut sebagai salah satu operasi paling berdarah dalam sejarah Brasil modern ini menewaskan sedikitnya 132 orang.
Operasi tersebut diluncurkan langsung oleh Presiden Luiz Inácio Lula da Silva. Ia menegaskan bahwa langkah keras ini dilakukan untuk memerangi kejahatan terorganisir yang telah lama mencengkeram kawasan kumuh di Rio de Janeiro.
“Kita tak boleh membiarkan kejahatan terorganisir menghancurkan keluarga, menindas warga, dan menyebarkan narkoba serta kekerasan di kota-kota,” ujar Lula melalui akun resminya di X (Twitter).
Namun, meski disebut sebagai upaya memulihkan keamanan, operasi yang berlangsung dalam beberapa hari terakhir ini memicu sorotan luas dari pemerhati hak asasi manusia dan bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebagian besar dari 132 korban disebut tewas ditembak aparat tanpa proses hukum yang jelas.
Red Command dikenal sebagai kelompok kriminal tertua dan paling berpengaruh di Brasil. Geng ini lahir dari aliansi antara penjahat biasa dan tahanan politik berhaluan kiri yang mendekam di penjara Candido Mendes, Pulau Ilha Grande, Rio de Janeiro, pada era kediktatoran militer 1964–1985.
Awalnya mereka membentuk kelompok bernama Falange Vermelha (Falang Merah) dengan tujuan saling melindungi sesama narapidana. Namun, seiring waktu, ideologi politik itu memudar dan kelompok ini justru berubah menjadi jaringan kejahatan terorganisir yang dikenal luas dengan sebutan Komando Merah.
Pada 1979, pengaruh Red Command mulai meluas ke luar penjara. Para anggota di luar penjara diperintahkan untuk mengumpulkan dana bagi rekan mereka di balik jeruji melalui berbagai aksi kriminal, seperti perampokan dan pencurian.
Memasuki dekade 1980-an, Red Command beralih ke bisnis perdagangan narkotika dan menjalin kerja sama dengan kartel narkoba asal Kolombia. Berbekal jaringan luas dan struktur organisasi yang disiplin, mereka berkembang pesat dan mendominasi pasar narkoba di Brasil.
Pada puncak kejayaannya tahun 2005, Red Command disebut menguasai lebih dari setengah wilayah keras di Rio de Janeiro, serta memiliki pengaruh besar di berbagai penjara di seluruh Brasil. Basis utama mereka berada di Amazonas, dengan jaringan sekunder di Mato Grosso, dan hubungan erat dengan Bolivia sebagai pemasok utama kokain.
Kekuatan Red Command mulai tergerus sejak munculnya geng saingan Primeiro Comando da Capital (PCC) di São Paulo pada 2008. Selain itu, kehadiran milisi bersenjata dan operasi militer pemerintah di berbagai favela turut mempersempit wilayah kekuasaan mereka.
Meski begitu, Red Command tetap menjadi ancaman besar. Di banyak pemukiman miskin Rio de Janeiro, kelompok ini bahkan berperan sebagai “pemerintah bayangan” yang menyediakan keamanan, pekerjaan, hingga bantuan sosial bagi warga miskin — dengan imbalan loyalitas penuh.
Kendati pemerintah mengklaim operasi besar-besaran itu sebagai langkah tegas memberantas kejahatan, banyak pihak menilai tindakan tersebut justru melanggar prinsip-prinsip HAM. Sejumlah lembaga menyoroti dugaan eksekusi di luar hukum terhadap para tersangka yang seharusnya berhak atas proses pengadilan.
PBB menyatakan keprihatinan atas tingginya jumlah korban dan mendesak pemerintah Brasil untuk menyelidiki dugaan pelanggaran dalam operasi tersebut.
Dalam laporan lembaga pemantau kejahatan internasional Insight Crime, Red Command digambarkan sebagai jaringan kriminal yang telah berevolusi menjadi ancaman nasional sekaligus transnasional.
Kelompok ini tidak hanya menguasai jalur distribusi narkoba di Brasil, tetapi juga memperluas pengaruhnya hingga ke negara tetangga di Amerika Selatan.
“Sejak saat itu, kelompok ini berkembang menjadi ancaman nasional dan transnasional yang cukup besar,” tulis laporan Insight Crime.
Dengan operasi besar-besaran yang kini tengah berlangsung, masa depan Red Command tampak berada di persimpangan antara hancur oleh tekanan aparat atau bangkit kembali melalui jaringan bawah tanah yang telah mereka bangun selama puluhan tahun.
 
                



























