FirstIndonesiaMagz.id– Direktur Investasi BPJS Ketenagakerjaan, Edwin Ridwan, mengatakan pihaknya berencana menambah portofolio saham dalam kurun waktu 2-3 tahun mendatang. Hal itu menimbang pasar modal yang mulai pulih.
Sebelumnya, pasar modal tertekan perlambatan ekonomi akibat pandemi covid 19 hingga konflik geopolitik yang hingga saat ini terjadi.
“Kita melihat mulai positif dan kita akan meningkatkan alokasi portofolio saham ke depan, dalam waktu dua – tiga tahun mendatang,” ujar Edwin usai acara Investment Outlook yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Senin (6/11).
Sejak 2021 lalu, katanya, BPJS Ketenagakerjaan tidak lagi menambah portofolio investasi dana kelolaan peserta di pasar saham. Hal itu dikarenakan pasar saham tidak menunjukkan kinerja yang positif saat adanya pelemahan ekonomi saat pandemi covid 19.
“Pada tahun 2021 pasar saham tidak positif, jadi kita melihat 2-3 tahun setelah 2021 itu outlook saham tidak positif, itu terbukti, kalau kita lihat return saham di LQ45 bahkan minus, padahal kalau kita taro di obligasi negara yang 10 tahun, akumulasi return itu bisa 25% selama 2,5 tahun terakhir,” sambungnya.
Pada 2021, dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan sekitar Rp500 triliun dengan komposisi investasi ke pasar saham 12-13% atau sekitar Rp65-70 triliun dana yang ada di pasar saham.
Karena tidak menambah alokasi ke pasar saham sejak tahun 2021 lalu, maka dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan lebih banyak dilarikan ke instrumen investasi lain seperti obligasi, deposito, reksadana, properti dan lainnya.
“Tapi saat ini kita mulai positif terhadap saham, tentu pada saat kita membeli membutuhkan likuiditas, kita tidak bisa membeli saat market itu naik, kalau kita beli saat naik kota istilahnya tidak dapat barang. Ketika market itu khawatir resesi, suku bunga, itu kemungkinan market akan mengalami sale off, pada saat itulah kita mulai mengumpulkan saham di bursa,” ujarnya.
Sekedar informasi per September 2023 lalu, total dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp685 triliun.