Potret Rokok dan Vape (Foto:SehatQ)

FirstIndonesiaMagz.id-Sejumlah orang merasa vape dan rokok elektrik dapat digunakan sebagai alternatif rokok konvensional.

Sebagian dari mereka menganggap bahwa menggunakan vape bisa mengurangi atau menghentikan konsumsi rokok. Padahal menurut dokter paru, efek dari rokok elektrik sebenarnya tidak lebih enteng dibandingkan rokok konvensional.

Spesialis paru RS Persahabatan dan Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Erlina Burhan, SpP(K), mengatakan kadar nikotin dan zat berbahaya pada rokok elektrik cenderung lebih rendah dibandingkan rokok konvensional. Namun, jika tujuannya untuk menggantikan konsumsi rokok konvensional, tidak akan efektif.

Oleh karena itu kecenderungan pengguna rokok elektrik bakal tetap menghisap dalam jumlah banyak.

Pada akhirnya nikotin yang terhirup sama saja kadarnya dari penggunaan rokok konvensional.

Menurut salah satu penelitian menyatakan lebih dari 30 hisapan serupa dengan jumlahnya dengan satu batang rokok.

“Memang kadarnya (nikotin) rendah tapi pada kenyataannya ternyata orang terjebak dengan kata-kata kadar nikotin dan zat-zat kimia menjadi lebih rendah. Jadi memang sama-sama menimbulkan kecanduan juga,” ucap Erlina.

“Awalnya, rokok elektrik memang dibuat untuk para perokok efektif agar bisa berhenti merokok sepenuhnya. Namun kenyataannya, kadar nikotin yang lebih rendah pada rokok elektrik justru membuat penggunaannya lebih marak,” sambung Erlina.

“Rokok elektrik ini awalnya waktu pertama kali diciptakan memang didesain untuk transisi para perokok yang biasa untuk berhenti merokok. Ya sudah pakai vape dulu yang diinhalasi karena kadarnya dibikin rendah. Komponennya juga nggak sebanyak rokok,” imbuh Erlina.

“Didesain seperti itu tapi pada kenyataannya justru banyak gagalnya. Orang malah kecanduan juga dengan cara-caranya bahkan justru lebih sering menghisapnya. Sebagian tidak bisa meninggalkan rokok konvensional malah pakai dua-duanya. Itulah yang dikatakan e-cigar atau vape ini gagal dipakai sebagai alat untuk berhenti merokok,” beber Erlina, dikutip detik.com, Kamis (4/05/2023)

Melansir dari Science Alert, sebuah makalah pada 2014 pernah melaporkan sistem pengiriman nikotin dari rokok elektrik hanya sebesar 4 persen dari relatif maksimum rokok. Namun penulis makalah itu mengklaim, temuan mereka tentang dampak rokok elektrik tersebut masih terbatas pada tahap awal karena mereka tidak memiliki bukti yang kuat.

Sempat juga beredar narasi, rokok elektrik 95 persen lebih tidak berbahaya dibandingkan rokok tembakau. Namun faktanya, semua informasi tersebut ternyata tidak benar.

Sementara berdasarkan laman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), aerosol dari rokok elektrik umumnya memang mengandung lebih sedikit bahan kimia beracun daripada campuran mematikan dari 7.000 bahan kimia dalam asap rokok konvensional. Namun, aerosol juga mengandung zat berbahaya dan berpotensi berbahaya, termasuk nikotin, logam berat seperti timbal, senyawa organik yang mudah menguap, dan agen penyebab kanker.

(nz)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here