FirstIndonesiaMagz.id– Penggunaan batu bara sebagai pembangkit listrik ke depannya bakal tergeser oleh misi transisi energi. Head of Center of Industry, Trade and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho menjelaskan hal tersebut akan membuat penggunaan batu bara tidak lagi relevan kedepannya.
Menurutnya hal ini tentunya bakal berdampak pada kinerja ekspor Indonesia yang mana batu bara masih menjadi komoditas unggulan untuk mendatangkan devisa negara.
“Apalagi kalau kita melihat batu bara, kemungkinan besar saya rasa ini tidak akan longlasting, karena bisa jadi ada transisi ke energi yang ramah lingkungan, jadi pengguna batubara bisa jadi tidak relevan lagi dimasa yang akan datang,” ujar Andry, Jumat (17/11).
Menurutnya, Pemerintah sudah harus mulai mewaspadai hal tersebut, sebab jika telat untuk melakukan antisipasi bisa menimbulkan suatu kondisi yang buruk bagi pendapatan negara.
Karena ketika masuk dalam masa transisi energi praktis permintaan batubara bakal mulai mengalami penurunan dan harganya pun menjadi anjlok.
“Indonesia pada akhirnya harus melihat hal tersebut, jika tidak saya rasa kemungkinan besar Indonesia akan mendapatkan masalah tersendiri, karena akan ada penurunan permintaan di masa yang akan datang,” sambungnya.
Oleh sebab itu, menurutnya pemerintah harus mampu mengubah struktur ekspor, bukan lagi hanya mengandalkan komoditas fosil saja. Harus bisa mendorong industri pengolahan menjadi tulang punggung ekspor untuk mendatangkan devisa negara.
Hilirisasi dikatakan Andry menjadi salah satu langkah yang baik, namun persoalannya masalah kecepatan. Menurutnya masalah percepatan program hilirisasi ini kerap terbentur dengan hiruk pikuk politik yang terjadi setiap lima tahun sekali hingga potensi perbedaan pandangan kepemimpinan baru.
“Investor juga masih wait and see juga, mereka tidak ingin mengambil keputusan yang terburu-buru, setidaknya sampai presiden dan wakil presiden ini sudah ditentukan,” pungkas Andry.