FirstIndonesiaMagz.id- Anggota Bawaslu Puadi berharap lembaga survei dapat berkembang dengan mengedepankan prinsip integritas, tranpsparan, dan independen. Dia pun menjelaskan aturan norma perundang-undangan mengenai batasan bagi lembaga survei. Hal tersebut diungkapkannya saat menghadiri peluncuran Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia (Aseppsi) di Jakarta, Kamis (19/01).
Puadi menjelaskan, lembaga survei merupakan bagian dari partisipasi masyarakat yang diatur dalam ketentuan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 338 hingga Pasal 450. Dia menuturkan, berdasarkan Pasal 488 poin kedua item c dan d disebutkan partisipasi masyarakat dalam pemilu dapat berupa survei atau jajak pendapat tentang pemilu dan penghitungan cepat hasil pemilu.
Hanya saja, mantan Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ini mengingatkan adanya pengumuman hasil survei saat masa tenang.
“Berdasarkan Pasal 509 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 pengumuman hasil survei atau jajak pendapat pada masa tenang dapat dipidana dengan ancaman kurungan satu tahun serta ancaman denda sebesar Rp12 juta. Hanya saja kemudian dimaknai oleh dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yakni putusan nomor 9 Tahun 2009 dan 24 Tahun 2014 yang pada intinya tidak dilarang sepanjang sesuai dengan sesuai dengan prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi,” sebutnya.
Puadi pun menjelaskan mengenai penghitungan cepat berdasarkan putusan MK nomor 9 Tahun 2009 dan 24 Tahun 2014 tersebut menunjukkan pertimbangan hukum MK yang menyatakan tidak ada data yang akurat untuk menunjukan bahwa quick count (penghitungan cepat) mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan keresahan.
Menurutnya dalam dua putusan MK tersebut harus diingat bahwa quick count bukanlah hasil resmi, namun masyarakat berhak mengetahui.
“Oleh sebab itu, menurut Mahkamah pengumuman hasil quick count begitu selesai pemungutan suara adalah sesuai dengan hak konstitusional bahkan sejalan dengan ketentuan Pasal 28F UUD 1945,” urai lelaki kelahiran Bekasi, 4 Januari 1974 tersebut.
Dia melanjutkan, pengaturan quick count selanjutnya mengalami perubahan norma dari yang sebelumnya hanya boleh dilakukan paling cepat pada hari berikutnya dari hari pemungutan suara, menjadi hasil penghitungan cepat pemilu bisa dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat sesuai Pasal 449 ayat (5) UU 7/2017.
“Bawaslu sendiri punya kwenangangan dalam penanganan kode etik dan pidana pemilu apabila lembaga survei diduga melanggar prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi. Jadi jangan ada tendensi dan manipulasi,” terang dia.
Puadi pun menjabarkan tiga kriteria bagi lembaga survei agar ideal dalam pemilu. “Pertama, menjadi pihak yang dapat memitigasi membesarnya polarisasi menjelang dan pasca-pemilihan presiden (Pilpres) 2024 nanti,” tuturnya.
Kedua, lanjut dia, lembaga survei dapat menunjukkan tanggung jawab moral dengan berkontribusi nyata melahirkan satu gagasan politik ideal.
“Ketiga, setelah melahirkan satu gagasan politik, lembaga-lembaga survei ini lalu duduk bersama dengan para pemangku kepentingan seperti pemerintah, KPU, dan Bawaslu untuk menyusun satu model pertarungan politik yang sehat bagi para kontestan Pemilu 2024,” dia mengungkapkan harpan.
Perlu diketahui, Aseppsi yang berdiri secara legal pada 8 November 2022 ini merupakan asosiasi dari enam lembaga survei, yakni Skala Survei Indonesia (SS), Poligov, Litbang Sinpo, Simteris, Suara Politik Publik, dan Stakom Nusantara. (A/rilis)
[…] FirstIndonesiaMagz. -Gempa berkekuatan magnitudo 3,5 mengguncang Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo pada pukul 09.54 WIB. […]