FirstIndonesiaMagz.id– Pasar obligasi Indonesia tampaknya mulai dilirik oleh asing di tengah spekulasi pasar tentang penurunan suku bunga bank sentral utama dunia.
Dilaporkan Bloomberg, Senin (4/3), para fund manager global bertaruh pada obligasi Indonesia karena mereka melihat asset class tersebut sebagai penerima manfaat utama dari siklus pelonggaran bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan akan dilakukan memasuki semester kedua tahun ini.
Ashmore Group Plc dalam analisis terbarunya melihat tingkat kebijakan yang disesuaikan dengan inflasi di Indonesia yang relatif tinggi memberikan banyak ruang untuk penurunan suku bunga ketika The Fed mulai melakukan pelonggaran.
Fidelity International melihat adanya potensi carry dalam kurva imbal hasil Indonesia yang datar. Sementara Abrdn plc menyebut keuangan pemerintah yang sehat sebagai alasan investor dapat membeli utang rupiah.
“Sangat sulit untuk mengabaikan pasar seperti obligasi Indonesia. Mereka kemungkinan akan mengungguli rekan-rekan regional mereka tahun ini,” kata Jerome Tay, manajer investasi di Abrdn plc, Singapura.
Sebagai informasi, tingkat suku bunga Indonesia yang disesuaikan dengan inflasi saat ini berada pada angka 3,25 persen, tertinggi di Asia setelah Filipina dan Thailand. Kondisi ini diyakini bisa memberikan ruang bagi bank sentral untuk memotong biaya pinjaman guna meningkatkan perekonomian.
Selain itu, defisit anggaran yang berada pada titik terendah dalam 12 tahun terakhir juga meningkatkan daya tarik obligasi negara.
Obligasi RI di Tengah Program Populis dan Pelemahan Rupiah
Jika dilihat data Bank Indonesia (BI), RI mencatatkan aliran modal asing alias nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp2,00 triliun berdasarkan data transaksi 26 – 29 Februari 2024. Transaksi ini terdiri dari jual neto Rp0,82 triliun di pasar SBN, jual neto Rp2,64 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,46 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sepanjang 2024, berdasarkan data setelmen hingga 29 Februari 2024, nonresiden jual neto Rp4,93 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp20,02 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp25,51 triliun di SRBI.