keselamatan petani

Pakar forensik api Dr Ir Adrianus Pangaribuan, MT, PFE, CFEI, merasa prihatin atas peristiwa kebakaran yang melanda Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tangerang yang menewaskan 41 narapidana (napi), Rabu (8/9/2021) dinihari

Peristiwa kebakaran itu hanya berlangsung dua jam. Tetapi dampaknya sungguh luar biasa: 41 meninggal, 8 luka berat, dan 72 napi lainnya mengalami luka ringan.

Dari kobaran api yang tercipta, Adrianus menduga kuat ada banyak bahan bakar (material) yang terbakar. Kondisi Lapas yang kelebihan kapasitas, menjadi pemicu banyaknya bahan bakar di sana.

Ruang tahanan yang penuh, padat dengan segala macam barang pribadi. “Inilah yang bisa jadi bahan bakar ketika kebakaran terjadi,” kata Adrianus kepada Indosafety,id, Rabu (8/9/2021) malam menanggapi kasus kebakaran di Blok C2 Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten.  

Adrianus mengkritisi penyebab kebakaran yang langsung disimpulkan oleh adanya hubungan pendek arus listrik. Sebab, menurutnya, kebakaran yang dipicu arus listrik bermacam-macam dan tidak bisa serta merta dituding sebagai biang keladi kebakaran.

“Begitu kebakaran terjadi, pernyataan kebakaran karena hubungan pendek listrik langsung mengemuka. Kita tidak menyampingkan bahwa listrik bisa menyebabkan terjadinya kebakaran. Tetapi dalam peristiwa ini, kalau memang karena listrik, listrik seperti apa yang menyebabkan kebakaran ini?   Penyebab kebakaran karena listik juga bermacam-macam dan membuktikan penyebab kebakaran karena listrik juga tidak bisa dilakukan dalam sekejap mata,” Adrianus menjelaskan.

Sebaliknya, ia justru melemparkan adanya kemungkinan lain ihwal pemicu kebakaran mengingat Lapas dihuni oleh banyak orang dengan berbagai karakteristik.

“Apa tidak mungkin adanya faktor kesengajaan? Artinya peristiwa ini adalah dibakar. Tentu kemungkinan ini  tidak bisa diabaikan begitu saja. Untuk itu perlu dilakukan investigasi yang mendalam dan detail sehingga bisa ditemukan penyebab utama dan akar masalahnya,” katanya.

Banyak parameter dan proses pembuktian yang harus dilakukan dalam menyimpulkan  penyebab kebakaran, apapun penyebab-nya. Bukan hanya karena berdasarkan melihat dan pengakuan atau pernyataan saja.

Bahkan jika ada seseorang mengaku membakar juga  harus ada proses pembuktian secara ilmiah yang nantinya bisa merangkai proses pengakuan, proses pembakaran,  jejak api/panas yang ditinggalkan sampai pembuktian. Jadi, kata Adrianus, untuk menyimpulkan penyebab kebakaran bukan suatu proses yang singkat.

Sistem Proteksi Kebakaran

Terlepas dari penyebab terjadinya kebakaran yang dibakar atau terbakar, tentu sistem pendeteksi dan proteksi kebakaran perlu diperhatikan sebagai persyaratan suatu bangunan apalagi yang berpenghuni.

Ia juga mengkritisi sistem keamanan yang masih dilakukan secara manual di Lapas-lapas Indonesia. Maka, ketika terjadi kebakaran, korban sulit diminimalisir.

Upaya evakuasi menjadi terhambat karena akan memakan waktu. Apalagi jika akses menuju tahanan atau area yang terbakar, terhalang kobaran api.

Menurutnya, ada regulasi dan standar yang mengatur tentang bangunan untuk tahanan atau tempat rehabiltasi seperti fasilitas penahanan dan pemasyarakatan yang sudah banyak diberlakukan di berbagai negara.

“Namun dalam hal ini rasanya tidak diperlukan peraturan ataupun standar pembangunan yang baku. Cukup dengan cara berpikir yang rasional saja.  Jika di suatu fasilitas dihuni oleh orang dalam jumlah banyak, maka  yang terpenting adalah keselamatan penghuni,” kata Adrianus.

Dikatakan, untuk fasilitas seperti Lapas, yang paling penting adalah harus ada peringatan dini (alarm kebakaran). Ketika  kebakaran pada tahap awal (asap) terjadi, alarm sudah bekerja dan memberikan sinyal.

Lalu, harus ditentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi bahwa sudah terjadi peningkatan dari asap menjadi api, bagaimana sistem pembukaan pintu para penghuni, dan berapa waktu lama yang dibutuhkan untuk membuka kunci ruangan.

Selanjutnya, bagaimana kondisi jalan keluar (jalur evakuasi) mereka dengan jumlah sekian banyak orang dan dimana titik kumpul mereka serta bagaimana akses menuju titik kumpul tersebut.  Akses menuju titik kumpul juga tidak boleh hanya satu, tergantung jarak dan waktu tempuh.  

Salah satu cara penentuan waktu evakuasi

Perlu diingat bahwa dalam peristiwa kebakaran untuk tipikal bangunan hunian tumbuhnya api sampai mencapai flashover-nya  berkisar 8 sampai dengan 10 menit dengan temperatur antara 800oC sampai dengan 1200oC. Pada kondisi tertentu waktu-nya bisa lebih pendek lagi.

Mengingat waktu yang pendek tersebut sudah seharusnya pula dilakukan latihan penyelamatan pada kebakaran sehingga korban pada keadaan darurat seperti ini dapat dihindari selain sistem pemadaman.  

Pada saat terjadi kebakaran, katakanlah kebakaran yang disebabkan oleh faktor kesengajaan, maka orang yang melakukan (arsonist) harus dihukum sesuai dengan perbuatannya.

Namun ketidakmampuan bangunan untuk tidak menyebarkan dan merambatkan api ke ruangan lain juga merupakan kesalahan, mulai dari perencana, pelaksana sampai pengguna bangunan juga harus harus dimintakan pertanggungjawabannya.

“Lakukan pemeriksaan menyeluruh atas resiko kebakaran (Fire Risk Assessment) atas semua bangunan gedung. Bukan hanya diberlakukan pada dan hanya Lapas namun semua gedung terutama gedung – gedung plat merah karena pelanggar utama dalam standar keselamatan kebakaran dilakukan oleh gedung pemerintah,” katanya.

Ia menyontohkan kasus kebakaran yang menghanguskan Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 22 Agustus 2020. Peristiwa kebakaran Gedung Utama Kejagung ini seharusnya menjadi lonceng pengingat (Alarm Bell).  

Tetapi peristiwa kebakaran yang melanda Gedung/Bangunan Negara kembali terjadi, sebagaimana peristiwa memilukan di Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten.

“Kebakaran bukanlah bencana. Kebakaran adalah risiko yang bisa dikendalikan. Bangunan  harus mengikuti syarat tertentu sehingga bangunan mempunyai ketahanan terhadap api, sehingga bangunan mampu tidak roboh pada saat kebakaran terjadi dan bersifat isolasi. Artinya tidak menyebarkan dan merambatkan api ke ruangan lainnya, sehingga mulai dari perencana, pelaksanaan bangunan saling mendukung,” pungkasnya. (Hasanuddin)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here