Fakta-fakta PT Sritex (SRIL) yang Divonis Pailit, 45 Ribu Investor Menanti Aksi Pemerintah
Fakta-fakta PT Sritex (SRIL) yang Divonis Pailit, 45 Ribu Investor Menanti Aksi Pemerintah

FirstIndonesiaMagz.id– Kabar PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex yang divonis pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang membuat riuh banyak kalangan.

Perusahaan yang pernah berjaya sebagai salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia tersebut kini tengah berada dalam situasi yang sulit.

Puluhan ribu investor dan karyawan pun menantikan kabar baik dari kasus Sritex, berharap perusahaan dapat lolos dari lubang jarum.

Putusan pailit tersebut menandai titik kritis dalam perjalanan panjang perusahaan yang didirikan sejak puluhan tahun silam.

Dinyatakan Pailit

Diwartakan sebelumnya, Sritex dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang, yang juga berlaku bagi tiga anak perusahaannya.

Anak-anak perusahaan tersebut adalah PT Sinar Pantja Tjaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.

Pengadilan memutuskan bahwa SRIL dan ketiga anak usahanya gagal memenuhi kewajiban terhadap PT Indo Bharat Rayon, terkait Rencana Perdamaian (Homologasi) yang disahkan pada 25 Januari 2022.

Hakim Moch Ansor, dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Niaga Semarang menyatakan bahwa permohonan pemohon dikabulkan sepenuhnya.

Perkara ini terdaftar dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg dan berlangsung cepat, didaftarkan pada 2 September 2024 dan diputuskan pada 21 Oktober 2024, kurang dari dua bulan.

Dengan putusan ini, rencana perdamaian antara Indo Bharat Rayon sebagai pemohon dan SRIL serta anak usahanya sebagai termohon dinyatakan batal.

Hakim juga membebankan biaya perkara kepada pihak termohon, serta menunjuk Hakim Pengawas dari PN Niaga Semarang untuk memantau pengurusan dan penyelesaian aset pihak termohon.

Sritex sebelumnya menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 18 September 2024. Salah satu mata acara rapat tersebut adalah persetujuan soal penjaminan aset perusahaan kepada kreditur terhadap putusan damai.

Para pemegang saham SRIL menyetujui penjaminan 50 persen aset dan ekuitas perseoran maksimum Rp13,27 triliun.

Rugi Menahun, Utang Menggunung

Dalam laporan keuangan 30 Juni 2024, Sritex mengalami defisiensi modal sebesar USD980 juta, sedangkan total asetnya USD617 juta.

Menurut catatan Algo Research, 29 Oktober 2024, kerugian signifikan Sritex mulai terjadi pada 2021-2023 akibat pembatalan pesanan dan produk yang tidak terjual selama pandemi Covid-19, lemahnya permintaan, serta impor berlebihan dan ketatnya persaingan.

Pada puncaknya, perusahaan mencatat kerugian sebesar Rp15,36 triliun pada 2021 akibat penurunan nilai aset, dan defisit (kerugian terakumulasi) yang terus meningkat mencapai Rp21 triliun pada kuartal II-2024.

Algo Research menilai, tingginya tingkat utang SRIL juga memperburuk kondisi ini karena perusahaan belum mampu memenuhi kewajiban pembayaran seiring menurunnya pendapatan dan profitabilitas.

Karena SRIL harus berutang untuk menutupi biaya operasional, net debt-asset ratio  (perbandingan total utang bersih perusahaan dengan total asetnya) meningkat dari 0,4 kali menjadi 2 kali dalam periode 2017-2024.

Hingga kuartal II-2024, total utang bersih perusahaan mencapai Rp20,5 triliun.

Suspensi Saham Berlanjut

Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan menghentikan sementara (suspensi) Perdagangan Efek SRIL di Seluruh Pasar. Suspensi ini menyusul vonis pailit terhadap Sritex oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024. 

Sebagai penyegar, suspensi saham SRIL yang dilakukan sejak 18 Mei 2021 didasarkan atas kegagalan perusahaan dalam membayar Pokok dan Bunga Medium Term Note (MTN) Tahap III Tahun 2018 ke-6.

Artinya, per 29 Oktober 2024, suspensi SRIL masuk bulan ke-41, sebuah kondisi di mana telah memenuhi syarat delisting, sesuai aturan bursa.

BEI pada Senin (28/10), kembali menerbitkan reminder atas potensi delisting tersebut.

Divisi Komunikasi Sritex sebelumnya telah mengonfirmasi pihaknya resmi mengajukan kasasi melawan putusan pailit.

Langkah hukum ini juga disebut sebagai bentuk tanggungjawab terhadap kreditur, pelanggan, karyawan, dan pemasok.

“Mereka telah bersama-sama mendukung usaha kami selama lebih dari setengah abad. Kami akan memberikan upaya terbaik sesuai ketentuan,” ungkap manajemen SRIL dalam rilis.

BEI Buka Suara

Hingga akhir September 2024, porsi pemegang saham publik SRIL mencapai 8,15 miliar saham atau setara 39,89 persen dari seluruh saham beredar perusahaan.

Pemegang saham SRIL tercatat sebanyak 45.875, baik institusi maupun investor ritel, hingga 30 September 2024.

Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengakui investor SRIL saat ini tidak mempunyai likuiditas yang berlangsung cukup lama.

“Sehingga kami harapkan ada jalan keluar yang baik, aturannya sudah ada,” kata Jeffrey.

Nyoman sebelumnya mempertegas pihaknya turun tangan dalam upaya perlindungan investor ritel, salah satunya melalui pengenaan notasi khusus dan penempatan saham SRIL pada Papan Pemantauan Khusus.

“Hal ini diharapkan bisa menjadi awareness awal bagi investor atas potensi adanya permasalahan pada Perusahaan Tercatat,” kata Nyoman.

Pemerintah Turun Tangan

Putusan pailit atas Sritex menjadi tantangan di awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Keberadaan pemain besar di industri tekstil itu sangat penting bagi ekonomi nasional karena menyerap banyak tenaga kerja.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli mengungkapkan alasan Presiden Prabowo Subianto meminta jajaran kabinetnya untuk menyelamatkan nasib Sritex karena perusahaan milik keluarga Lukminto tersebut masuk padat karya.

“itu salah satu tentu (padat karya). Temen-temen juga paham kita ini berada di awal pemerintahan. Tentu kita ingin starting-nya (memulainya) ini baik,” kata Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/10).

Selain ingin memberikan awalan yang baik, kata Yassierli, untuk memberikan sinyal kepada para perusahaan bahwa pemerintah hadir bagi pelaku usaha dan pekerja.

“Kita ingin memberi sinyal ke perusahaan bahwa kami dari pemerintah hadir dan tidak akan membiarkan isu macam-macam membuat ekonomi bermasalah, dan karyawan itu jadi terganggu,” katanya.

Profesor ITB itu juga memastikan SRIL masih beroperasi seperti biasa. Dia telah meminta Wakil Menteri Ketenagakerjaan Emanuel Ebenezer untuk memantau langsung perkembangan di Sritex.

Prabowo juga meminta agar tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan Sritex. 

“Pak presiden minta memang tidak akan ada PHK, dan tidak akan kita biarkan terjadi PHK,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang berbeda, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan skema dana talangan tersebut dipastikan tidak bisa diberikan. Pemerintah bakal menyelesaikan masalah pailit Sritex dengan cara yang berbeda.

“Kami tidak bicara soal bailout atau yang lain-lain. Itu dua jalur penyelesaian yang berbeda,” ujarnya.

“Kalau masalah hukumnya di kasasi menang, skemanya nanti seperti apa, kalau Sritex kalah kasasi hingga PK, langkahnya akan berbeda nanti. Tetapi belum bisa saya sampaikan. Yang pasti, pemerintah sudah siap dengan segala kemungkinan penyelesaian hukumnya,” katanya.

Menperin menyebut langkah harus segera diambil, yaitu memastikan Sritex tetap bisa beroperasi dan mengeluarkan hasil produksinya dari pabrik. Menurutnya, hal itu penting dilakukan untuk menjaga nama baik Sritex di pasar dunia.

Industri Tekstil Tertekan

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menghadapi tantangan berat dengan meningkatnya impor (termasuk yang ilegal), penutupan pabrik, serta penurunan ekspor.

Untuk menghadapi situasi ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjalankan empat strategi pemulihan industri TPT, yakni meningkatkan SDM yang inovatif, mendukung ketersediaan bahan baku yang berdaya saing, membangkitkan kembali industri permesinan tekstil dalam negeri, serta mempermudah akses bahan baku bagi industri TPT.

Permendag 36/2023 dinilai berhasil menurunkan volume impor pakaian jadi dan tekstil, serta mendorong pertumbuhan PDB industri TPT sebesar 2,64 persen pada triwulan I-2024.

Program TKDN juga memperkuat potensi pasar dalam negeri yang besar. Kinerja industri tekstil terus dipantau melalui mekanisme tarif dan pengendalian impor, dengan harapan peningkatan daya saing di pasar global.

Pemerintah menegaskan, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tetap menjadi sektor prioritas yang mendukung perekonomian nasional.

Hingga awal tahun ini, industri tersebut berkontribusi pada ekspor sebesar USD5,76 miliar dan menyerap sekitar 3,87 juta tenaga kerja.

Kinerja industri TPT periode 2020-2024 dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk dampak pandemi Covid-19, situasi geopolitik dan ekonomi global seperti konflik Rusia-Ukraina, inflasi di Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Sementara, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, dikutip Tempo (8/10), meminta pemerintah mengawasi penjualan di platform e-commerce untuk mencegah maraknya produk impor murah yang merugikan industri TPT.

Ia juga mendesak pengetatan aturan impor dan penerapan bea masuk guna melindungi industri lokal, sembari berharap dukungan dari pemerintah berupa insentif hingga dorongan penggunaan produk dalam negeri.

Menurut catatan Tempo, meski berbagai kebijakan seperti pengawasan impor ilegal dan anti-dumping telah diterapkan, industri TPT tetap mengalami penurunan.

Sebanyak lebih dari 22 ribu buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada Juli 2024.

Sekilas Tentang Stritex

Mengutip Laporan Tahunan 2023 perseroan, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) memulai perjalanannya sebagai usaha perdagangan tradisional bernama “Sri Redjeki,” yang didirikan oleh H. M. Lukminto pada 1966 di Pasar Klewer, Solo.

Awalnya hanya menjual produk tekstil, perusahaan ini mulai berkembang dengan mendirikan pabrik pertama di Baturono, Solo, pada 1968, untuk memproduksi kain yang dikelantang dan dicelup.

Pada 1978, “Sri Redjeki” secara resmi berubah menjadi PT Sri Rejeki Isman.

Pada 2013 Sritex melakukan Penawaran Saham Perdana (IPO) yang mengubah statusnya menjadi PT Sri Rejeki Isman Tbk.

Seiring berjalannya waktu, Sritex berkembang menjadi produsen tekstil-garmen terintegrasi dengan lebih dari 15 ribu karyawan yang beroperasi di area seluas 79 hektar di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Perusahaan ini memiliki empat lini produksi utama, yaitu pemintalan, penenunan, pencetakan dan pencelupan, serta garmen.

Kini, Sritex melayani sejumlah peritel besar dunia seperti H&M, Walmart, K-Mart, dan Jones Apparel.

Sritex juga pernah menjadi produsen seragam tentara North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan seragam tentara sejumlah negara.

Hingga 2023, Sritex memiliki empat entitas anak yang mendukung bisnisnya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, PT Primayudha Mandiri Jaya, dan Golden Legacy Pte Ltd.

Namun, sejak 18 Mei 2021, Sritex menghadapi tantangan besar terkait restrukturisasi anak perusahaannya, yang menyebabkan Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan suspensi perdagangan saham perusahaan hingga saat ini.

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here