FirstIndonesiaMagz.id- PT Sepatu Bata Tbk (BATA) secara massal telah resmi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 233 pekerja di Purwakarta, Jawa Barat.
Hal tersebut terjadi setelah manajemen BATA dan pekerja menyetujui besaran pesangon sebagai tanda pisah kedua dalam hubungan kerja hari ini.
“Sudah (selesai),” ungkap Ketua Pimpinan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang Purwakarta, Alin Kosasih dikutip dari CNBC Indonesia pada Jumat (10/05).
Pada pertemuan hari Rabu kemarin, telah dibuat kesepakatan bahwa uang kompensasi atau pesangon sebesar 1 kali Peraturan Menteri Tenaga Kerja (PMTK) atau setara dengan satu kali upah sebulan. Menurut Alin, pekerja BATA sudah setuju.
“Untuk pesangon yang telah diberikan nilainya 1 PMTK (1 kali upah sebulan),” lanjutnya.
Namun, Ia menyebut, belum ada kejelasan kapan pesangon akan dibayarkan kepada pekerja.
“Belum ada kejelasan untuk pembayaran,” ujarnya.
Sebagai catatan, karyawan atau buruh yang terdampak PHK berhak mendapatkan hak pesangonnya sesuai dengan ketentuan PMTK, yang kini mengacu pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Apabila PHK terjadi karena alasan perusahaan tutup akibat mengalami kerugian selama 2 tahun terus menerus, atau akibat keadaan memaksa (force majeure), maka buruh berhak mendapatkan pesangon 1 x ketentuan Pasal 156 ayat (2), UPMK 1 x ketentuan Pasal 156 ayat (3), uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Jadi, apabila karyawan berhak atas 1 PMTK, berarti ia menerima hak atas PHK berupa pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 kali ketentuan uang penghargaan masa kerja dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4).
Seperti diketahui, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) menutup pabriknya yang berlokasi di Purwakarta. Alasannya, perusahaan mengalami pembengkakan biaya operasional yang memberatkan hingga merugikan.
Direktur BATA Hatta Tutuko mengatakan, BATA telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi dan perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat. Namun sayang, upaya tersebut belum optimal dan berujung penutupan pabrik.
“Perseroan sudah tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta, karena permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di Pabrik Purwakarta terus menurun dan kapasitas produksi pabrik jauh melebihi kebutuhan yang bisa diperoleh secara berkelanjutan dari pemasok lokal di Indonesia,” jelas Hatta dalam keterbukaan informasi BEI, dikutip Minggu, (05/05).
Perseroan menilai, keputusan ini merupakan hal terbaik yang dapat diambil berdasarkan evaluasi menyeluruh dan kesepakatan pihak-pihak terkait, dan bertujuan untuk mengefektifkan operasional Perseroan. ***