Foto: Handout/travel.okezone.

firstindonesiamagz.id – Kota Shanghai, China telah melakukan tindakan darurat dengan menerapkan lockdown, yang berimbas pada krisis makanan dan membuat harga kebutuhan pokok meningkat drastis.

Diketahui, salah satu warga bernama Frank Tsai yang tinggal di apartemennya daerah Puxi, sebelah barat Shanghai, telah menimbun makanan kurang lebih selama empat hari, mengikuti yang diperintahkan oleh pihak berwenang. Tetapi tujuh hari setelahnya persediaan semakin berkurang.

“Saya memikirkan makanan saya dan asupan makanan saya lebih dari yang pernah saya miliki dalam hidup,” kata Tsai, Selasa (19/4/2022).

Sejumlah penduduk terpaksa melakukan barter atau membayar lebih demi makanan saat lockdown Shanghai berlaku.

Seorang penduduk Shanghai bermarga Ma menuturkan, dia membayar 400 yuan (Rp 900.000) hanya demi sekardus mie instan dan soda.

“Saya hanya mencobanya untuk persediaan,” katanya.

“Saya tidak yakin berapa lama ini akan berlanjut.” imbuhnya.

Separuh penduduk dari 25 juta jiwa kota Shanghai harus mengikuti perintah ketat berada di rumah. Ada pula warga yang marah sebab kekurangan makanan serta takut dinyatakan positif Covid. Apalagi nantinya jika dinyatakan postif Covid akan ditempatkan di pusat karantina raksasa.

“Tidak ada percakapan yang dipaksakan… semua orang diam dan menghormati jarak dan privasi satu sama lain,” kata warga lain bernama Romeo kepada AFP.

“Sementara itu saat malam hari jam kerja sosial tetap berlangsung,” ujarnya.

Kendati demikian, bagi pekerja lain di Shanghai, privasi sangat dibatasi. Terdapat pula video media sosial yang memperlihatkan staf tidur di ranjang di pabrik-pabrik tutup yang mencoba untuk terus memproduksi barang-barangnya.

Kini Shanghai menjadi kota yang sepi senyap, kecuali suara dari robot anjing dan drone yang digunakan untuk menyiarkan perintah tes Covid dan tetap berada di dalam.

Bagi pemilik anjing tidak dapat berjalan dengan hewan peliharaan mereka dan diharuskan melatih anjing mereka menggunakan baki pasir di dalam ruangan, atau menyelinap keluar di tengah malam agar hewan itu dapat buang air.

“Saya melatih anjing saya untuk buang air kecil dan buang air besar di dalam. Tetapi agar diri saya tetap waras dan anjing saya juga waras, saya membawanya keluar pada jam 3 pagi,” kata salah satu pemilik.

Selain itu pekerja yang mengenakan pakaian hazmat juga disebut dengan Big Whites. Mereka melaksanakan pengujian di dalam kompleks perumahan karenanya dalam beberapa hari warga mengantre guna tes usap.

Sedangkan otoritas Shanghai telah memberikan tempat tidur yang cukup di rumah sakit darurat untuk orang-orang yang dites positif.

Meski begitu, pemerintah menyatakan sebanyak 130.000 tempat tidur baru telah disiapkan dan sebagian sedang dibangun.  Persiapan itu merupakan bagian dari karantina massal, tetapi kebijakan tersebut dianggap tidak efektif bagi banyak orang.

Seorang siswa bernama Leona Cheng mengatakan ia baru saja keluar dari karantina selama 13 hari pada Jumat (8/4/2022).

“Itu tidak masuk akal dan tidak berkelanjutan,” katanya. “Terlalu banyak orang yang terinfeksi dan tingkat infeksinya terlalu cepat.” Imbuhnya, diperoleh dari laman kompas.com.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here