Antara Foto/Aprillio Akbar

FirstIndonesiaMagz.id-Amerika Serikat (AS), diperkirakan tidak akan mengalami resesi ekonomi.

Lalu, bagaimana dengan ekonomi Indonesia? Perkembangan ekonomi Amerika Serikat yang disebut-sebut tidak mengalami resesi ditanggapi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Sri Mulyani menerangkan, dalam pertemuan G20 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di India, Ia sempat melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan AS Janet Yellen.

Dalam pertemuan itu, dijelaskan Sri Mulyani, bahwa inflasi di AS telah mengalami penurunan sebesar 6%, tetapi masih berada di level yang sangat tinggi dibandingkan dengan target mereka yang menginginkan untuk inflasi dapat mencapai level 2%.

“Kita bicara 6%, memang lebih baik, turun di bawah 9%, tapi there is still 6% gitu,” ujar Sri Mulyani, dikutip dari CNBCIndonesia, Jumat (3/3/2023).

Sedangkan dari pandangan Menteri Keuangan AS Janet Yellen, ekonomi negaranya itu tidak slowing down, pasalnya suku bunga di Negeri Paman Sam itu sudah tinggi pada kisaran 5%.

Atas kenyataan itulah, suku bunga tinggi dan menyebabkan reaksi di capital market dan aliran dana dari sejumlah negara justru mengalir deras ke AS sehingga ekonomi di AS masih bisa melonjak.

Hal tersebut yang membuat pertumbuhan ekonomi di AS dapat terbebas dari resesi.

“Saya juga tanya sama Janet Yellen mengenai fenomena ini dan memang mengatakan bahwa on the good side dikatakan soft landing itu kemungkinan bisa dicapai,” kata Sri Mulyani.

Soft landing itu artinya inflasinya bisa turun without creating resesi. Karena selama ini kan orang khawatir dengan suku bunga tinggi, akan terjadi hard landing yaitu resesi akan cukup dalam,” tutur Sri Mulyani menambahkan.

Dengan begitu, Sri Mulyani mengungkapkan apabila AS tidak mengalami resesi, maka itu merupakan berita yang baik yang artinya ekonomi global tidak akan terlalu buruk.

Lalu, bagaimana dengan ekonomi Indonesia?

Menilik dari tahun 2022, Sri Mulyani menyebut bahwa ekonomi Indonesia cukup tangguh menghadapi resesi. Karena pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 mencapai 5,3% (year on year).

We are good we are resilience pada saat pressure begitu besar dan bank sentral semua negara menaikkan suku bunga, termasuk kita. Tapi ekonomi kita tumbuh 5,3%, ekspor kita masih bagus, surplus 3 kali lipat dari tahun 2021,” terang Sri Mulyani.

Selanjutnya di awal tahun 2023, kinerja APBN telah melaporkan surplus sebesar Rp 90,8 triliun atau setara dengan 0,43% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Pendapatan negara tersebut tercatar Rp 232,2 triliun dengan belanja negara sebesar Rp 141,4 triliun.

“Penerimaan negara kita tumbuh 48% sampai dengan Januari 2023, ini dalam situasi semua mengatakan dunia gelap dan dunia situasinya tidak baik-baik saja,” ucap Sri Mulyani.

Itu menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi di awal tahun ini, Sri Mulyani menyebut merupakan langkah dasar untuk terus optimis. Selain itu, ekonomi Indonesia bakal mampu bertahan dengan kuat.

Di samping itu, konsumsi hingga Januari dilaporkan, Indeks Kepercayaan Konsumen masih sangat tinggi, mencapai 128.

Terlebih pada Maret 2023 sudah memasuki Ramadhan. Sehingga konsumsi masyarakat nantinya bakal melonjak.

“Pemerintah nanti akan mengumumkan THR, ini akan menimbulkan bullish sentiment terhadap konsumen. Inflasi harus kita watch terutama dari bahan makanan,” katanya.

“Jadi ini menunjukkan Indonesia quite good in terms of ability to perform, dari sisi mengendalikan harga dibandingkan negara lain yang hanya mengandalkan kenaikan suku bunga dari bank sentral. Dan kita masih 2023 ini dengan optimisme,” pungkas Sri Mulyani.

(nz)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here