FirstIndonesiaMagz.id – Sebagian orang ada yang mengenal Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai sebuah bank yang operasionalnya dilakukan secara manual jauh dari teknologi perbankan modern, kualitas dan tingkat pendidikan sumber daya manusia yang rendah dan segala kekurangan lainnya.
Namun, meninjau dari sisi kelebihannya, sebenarnya BPR mempunyai banyak kelebihan seperti kegiatan usahanya yang lebih sederhana dibandingkan dengan bank umum.
Sehingga memungkinkan BPR mengenali usahanya secara mendalam dan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada debitur guna menekan risiko kredit.
Begitu pula dalam peluangnya, BPR memiliki peluang besar untuk meningkatkan keahlian karyawan agar mampu lebih produktif dan efisien, pasalnya dalam struktur organisasi yang ada pada BPR cenderung lebih kecil dan ramping.
Hal itu tentu memungkinkan BPR untuk melakukan perbaikan untuk lebih unggul terlebih dalam proses kredit kecil karena birokrasi pada BPR dianggap pendek dan tidak bertele-tele.
Berdasarkan Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998, BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Adapun kegiatan usaha BPR diperuntukkan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masayarakat di daerah pedesaan atau community bank. Bentuk hukum BPR pun dapat berupa Perseroan terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi.
Seperti pada umumnya bank, BPR juga memiliki peran sebagai lembaga intermediary yang menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkannnya kepada pihak yang membutuhkan. Meskipun begitu, seiring bertambahnya waktu, BPR juga bisa melaksanakan kegiatan usaha lainnya tergantung dari besarnya modal yang dimiliki BPR.
Di sisi lain, canggihnya teknologi di era globalisai juga memberikan perubahan pada lingkup bisnis tak terkecuali lingkup BPR. Di susul pula dengan Indonesia yang tengah menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, yang mengharuskan sumber daya manusia untuk mempunyai kompetensi dan softskill tehadap teknologi digitalisasi.
Karenanya lingkup BPR mau tidak mau menyesuaikan diri untuk melakukan pembaruan yang berevolusioner maju mengintegrasikan budaya digital.
Kendati demikian, sudah semestinya demi keberlangsungan hidup lingkup bisnisnya, BPR harus mampu mengantisipasi setiap perubahan yang muncul. Antisipasi tersebut dimaksudkan agar dapat mencapai tujuannya tanpa adanya gangguan dan hambatan.
Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan BPR adalah dengan memperkuat sumber daya manusianya untuk lebih handal selaras dengan pemanfaatan teknologi digital. Karena dengan sumber daya manusia yang kuat, handal dan mempunyai kompetensi yang unggul tentu dapat mendorong transformasi menuju keberhasilan bidang usahanya.
Lantas, apakah pemanfaatan teknologi digital dalam lingkup BPR sudah optimal?
Hampir semua proses kegiatan lingkup bisnis yang dilakukan oleh manusia kini sebagian dialihkan menggunakan teknologi digital dan seiring berjalannya waktu kegiatan tersebut telah menjadi budaya. Proses atau kegiatan operasional yang biasanya dilakukan secara fisik kini telah berkurang drastis. Tekanan untuk beralih ke teknologi digital ini bertujuan agar proses kegiatan operasinal tetap berjalan sekaligus bertahan di tengah gempuran persaingan. Oleh sebab itu BPR harus mampu meningkatkan kembali performa bisnisnya termasuk dengan membudayakan digitalisasi guna menyongsong keberlanjutan bisnis yang progresif.