firstindonesiamagz.id – Himpunan Konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (HKHKI): Harus ada sanksi tegas terhadap sindikat kejahatan properti & mafia tanah.
Komisi III DPR pada Rabu (19/1) lalu mengundang dan menggelar Rapat Umum Dengar Pendapat (RDPU) dengan Himpunan Konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
atau HKHKI. Kepada Komisi III DPR, Dewan Pengurus Pusat HKHKI menyampaikan bahwa
kasus-kasus kejahatan properti sudah merampas nilai-nilai HAM terhadap masyarakat
selaku konsumen dan memperburuk kesenjangan sosio-ekonomi di Indonesia secara
sistemik. Sepuluh tahun terakhir, konsumen dibebani banyaknya kontrak tidak berimbang
yang menyebabkan terenggutnya hak dasar terkait kemilikan properti. Sebaliknya, pelanggaran yang dilakukan pengembang terhadap konsumen diabaikan. Penegak hukum dan pemerintah seolah membiarkan pelanggaran ini terus terjadi, saat ini sudah jadi kejahatan yang masif.
Hingga kini HKHKI menerima lebih dari 60 aduan melalui 021-521-3154 Pelanggaran pengembang nakal antara lain mengenai:
- Penundaan atau tidak dilaksanakannya Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan AJB hingga lebih dari 6 tahun;
- Tidak transparan tentang data perizinan;
- Melanggar kelaikan fungsi bangunan dan tidak memiliki Surat Laik Fungsi;
- Kebohongan publik tentang perijinan, misal: iklannya menjual apartemen, padahal ijinnya
kondo hotel (fungsi berbeda); - Pengenaan Biaya tambahan tanpa sepengetahuan calon pembeli;
- Penelantaran dan tindakan arogan terhadap pembeli;
- Ancaman terhadap konsumen yang terlambat membayar cicilan;
- Tidak diserahkannya unit Rusun, hingga developer bodong yang membawa kabur dana.
Laporan HKHKI mendapatkan dukungan kuat dari Masyarakat Perkawinan Campuran yang turut mengamini bahwa urusan mafia tanah dan developer nakal sudah massif dan diluar batas, sehingga pemerintah harus hukum dengan keras. Bukan saja developer lokal tapi ternyata pelanggaran dilakukan oleh developer asal Jepang, ini bukti
kurangnya perlindungan bagi konsumen dan masyarakat.
Keterlibatan aktor aparat penegak hukum yang membekingi serta minimnya pengawasan pemerintah membuat masyarakat harus terus merintih dan dilanggar HAM nya. Aturan yang sekarang ada dinilai tajam kebawah dan tumpul ke atas. Ini pelanggaran HAM
terang-terangan karenanya pemerintah jangan diam saja, ini sudah keterlaluan, jelas Putri salah satu pengurus HKHKI. Dirinya menjelaskan bahwa kasus yang masuk ke HKHKI
bahkan ada pengembang yang justru mengkriminalisasi pembeli dan advokatnya. Wakil
Ketua Umum HKHKI dan sederetan pengurus lainnya, seperti Dr. Raja Sirait, S.E., Ak., S.H.,
M.H., M.M., Retno Muljosantoso, S.H. serta Dr. Kristianto, S.H., M.H. juga turut menambahkan bahwa pemerintah harus mengamandemen UUCK terkait Rumah susun, khususnya pasal mengenai sanksi terhadap pengembang. HKHKI juga menyoroti
pengembang yang juga melanggar pada aturan lain seperti UU Ketenagakerjaan, AMDAL
dan Good Corporate Governance. Harus diatur sanksi tegas bagi pengembang yang melanggar
dan tidak melaksanakan prestasinya. Oleh karenanya UU Cipta Kerja terkait Rusun ini harus
diperbaiki. Pengembang sering melarikan diri dan lolos dari proses penegakan keadilan. Lebih dari satu dekade banyak pengembang sudah dilaporkan, namun laporan tersebut belum ditangani secara serius. Tentu saja aksi korporasi seperti ini menghambat majunya kemakmuran masyarakat dan konstitusi RI.
Ketua Umum DPP HKHKI, Dr. Ike Farida, S.H., LL.M. yang turut hadir secara daring,
dalam dialognya dengan Wakil Ketua Umum Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh, Johan Budi, Asrul Sani, S.H. dan Arteria Dahlan menyampaikan bahwa, HKHKI juga adalah organisasi yang memiliki perhatian pada pelanggaran HAM, dan urusan mafia tanah serta
sindikat pengembang ini harus diakhiri karena terlalu merugikan dan sudah diluar batas.
Mereka bukan investor, karena mendirikan bangunan dari dana pembeli, memaksa pembeli
tanda tangan perjanjian baku untuk kepentingan pengembang, kemudian lari membawa
dana pembeli.
Kondisi saat ini, kesenjangan sosio-ekonomi sudah didukung secara sistemik. Orangorang dengan uang dan kekuasaan dapat menginjak hak-hak masyarakat pada umumnya dengan bantuan oknum dan hukum yang tidak ditegakkan, seakan-akan pemilik properti
adalah raja dan hukum tidak bisa menjangkau mereka.
Arteria Dahlan dan para Anggota Komisi III lainnya berjanji akan menindaklanjuti dengan memanggil Gubernur dan para pengembang nakal. Pihaknya berterima kasih karena
para advokat dan praktisi hukum sudah memberikan kepercayaan kepada Komisi III,
selanjutnya meminta agar HKHKI dan elemen masyarakat lain segera mengirimkan daftar
nama pengembang nakal dan bermasalah yang saat ini sudah masuk ke dalam daftar untuk
segera dikirimkan ke Komisi III. Urusan pengembang nakal ini diakui oleh DPR sudah
semakin buruk sehingga Komisi III akan mengambil langkah cepat untuk atasi hal ini.
Mereka merasa kebal hukum karena berpikir uang mengontrol segalanya, menurut Wakil Ketua Komisi III DPR Dr. Adies Kadir, S.H., M.Hum., sebagaimana video singkat RDPU dimaksud dalam video acara berikut https://tinyurl.com/mtkut53m.
Diakhir RDPU Komisi III akan menjadwalkan untuk melihat dan meninjau secara langsung kasus-kasus pengembang nakal, seperti kasus di Bojong Koneng, Batam dan tempat lainnya. HKHKI akan segera mengirimkan daftar nama pengembang bermasalah, dan terus mencatat laporan masyarakat melalui nomor 021-521-3154 masyarakat dipersilahkan melaporkan tanpa dikenakan biaya akan mendapatkan bantuan HKHKI.