FirstIndonesiaMagz.id – Indonesia kini tengah dibayangi gelombang harga-harga komoditas yang melonjak tinggi.
Adapun komoditas yang terancam tinggi harganya yakni Bahan Bakar Minyak (BBM) dan juga Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Dua komoditas tersebut termasuk bahan baku utama masyarakat Indonesia yang terancam bakal melambung harganya.
Hal itu disebabkan harga minyak mentah dunia yang sedang tinggi dan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).
Diperoleh data Refinitiv, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) US$ 91,13/barel sementara Brent mencapai US$ 96.19/barel.
Sedangkan untuk Rupiah saat ini tembus Rp 15.300-an per dolar AS.
Lantas, mengapa harga BBM dan LPG dapat terpengaruh?
Sebagai gambarannya, diperoleh dari CNBC Indonesia, sudah sejak lama Indonesia menjadi negara net importir minyak mentah dan juga LPG.
Diketahui, impor minyak Indonesia mendekati setengah dari kebutuhan minyak mentah untuk BBM yang diperkirakan tembus 1,4-1,5 jutaan barel per hari.
Sedangkan untuk LPG, Kementerian ESDM mencatat impor LPG mencapai 76,9% dari kebutuhan LPG di dalam negeri atau tepatnya impor LPG mencapai 8 juta ton dari produksi LPG mencapai 1,9 juta ton.
Menanggapi hal itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talatov menilai, harga BBM dan LPG dapat kembali tinggi.
Abra mencatat, pemicu terjadinya kenaikan harga BBM lantaran tingginya harga minyak mentah dunia yang diprediksi akan kembali menembus US$ 100 per barel.
Selain itu, faktor yang mempengaruhi kenaikan harga BBM yakni stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
“Jadi justru saya pikir ada dua beban terhadap pembentukan harga BBM di dalam negeri, yakni harga minyak mentah atau ICP (Indonesia Crude Price) dan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Jadi bebannya ganda,” tutur Abra, Selasa (11/10/2022).
Sebagai informasi, melambungnya harga minyak mentah dunia saat ini lantaran kesepakatan kelompok produsen minyak mentah dunia yakni OPEC+ yang memutuskan untuk memotong produksi minyak sebanyak 2 juta barel per hari.
“Kalau kondisinya sekarang dengan asumsi pemangkasan minyak mentah, kemudian geopolitik global masih memanas, dan nilai tukar rupiah berpotensi masih terus tertekan. Saya pikir justru yang paling bisa terjadi harga jual BBM justru akan kembali dinaikkan, bukan kita bicara diturunkan,” pungkas Abra.