FisrtIndonesiaMagz.id– Pakar Hukum Tata Negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti menilai Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tidak berwenang dalam memutuskan penundaan tahapan Pemilu 2024. Bahkan, PN Jakarta Pusat menurutnya telah melanggar konstitusi.
Bivitri menjelaskan forum penundaan pemilu hanya dapat digugat melalui Mahkamah Konstitusi (MK) ataupun keputusan politik DPR. Namun ia juga mengingatkan dalam UU Pemilu tidak ada celah atau potensi penundaan Pemilu apabila tidak dengan alasan urgensi yang genting.
“Jadi melanggar hukum sebetulnya putusan ini, melanggar konstitusi bahkan,” kata Bivitri saat melansir dari CNN Indonesia, Jum’at (3/3).
Bivitri mengaku heran, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusannya, PN Jakpus meminta KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025
Ia menilai seharusnya sedari awal PN Jakarta Pusat menolak perkara yang tersebut lantaran bukan kewenangannya.
Menurutnya, perkara gugatan Prima yang merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi, seharusnya diselesaikan lewat Bawaslu dan kemudian berjenjang ke PTUN.
“Tapi PN apalagi untuk kasus perdata ini tidak bisa memutuskan seperti ini. Jadi memang keliru ini, saya kira harus diramaikan, karena kita harus cek kenapa hakim bisa memutus seperti ini,” imbuhnya.
Bivitri pun curiga dan merasa ada sosok di belakang Prima yang kemudian sengaja dan bisa meloloskan perkara mereka ke PN Jakarta Pusat. Dengan demikian, solusi yang bisa dilakukan saat ini adalah tergugat yakni KPU melakukan banding ke Pengadilan Tinggi.
Selain itu, Bivitri juga berharap ada upaya luar biasa, misalnya Mahkamah Agung (MA) yang melakukan pembinaan terutama pada hakim PN Jakarta Pusat yang memutuskan penundaan tahapan Pemilu 2024 ini.
“KPU harus banding dan bagaimana kita harus mempengaruhi hakim banding supaya bisa mengoreksi putusan PN, karena seharusnya tidak dapat diterima. Dan hakim menurut saya bisa disanksi, karena dia memutus sesuatu yang melanggar kewenangannya, bisa kena sanksi etik,” ujar Bivitri.
PN Jakarta Pusat sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prima untuk seluruhnya dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024. Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban. Putusan dibacakan pada Kamis (2/3).
Pengadilan menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Partai Primam meminta KPU membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta.
Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menegaskan putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah lantaran KPU menyatakan banding.
(kn)