Ilustrasi https://id.pinterest.com/pin/845

FirstIndonesiaMagz.id – Pemerintah melontarkan wacana terkait transformasi penggunaan gas elpiji ke kompor listrik. Wacana tersebut alih-alih disambut baik oleh masyarakat, justru membuat bingung masyarakat.

Diketahui masyarakat di Lumajang mengeluhkan beban biaya listrik yang harus ditanggung jika wacana tersebut benar-benar direalisasikan.

Mereka juga mengkhawatirkan akan ada kenaikan tarif listrik untuk memenuhi kebutuhan daya kompor listrik tersebut.

Salah satu masyarakat sekaligus ibu rumah tangga di Kec. Pasrujambe, Kab. Lumajang,Tika mengutarakan kebijakan mengkonversi elpiji menjadi kompor listrik tersebut belum dapat diterapkan secara menyeluruh.

Dikatakannya, wilayah tempat tinggalnya sering kali mengalami pemadaman listrik. Jika pemerintah mengubah penggunaan kompor gas elpiji, dikhawatirkan akan menghambat aktivitas dapur.

“Kalau mau diganti kompor listrik, di sini sering mati lampu, nanti gimana masaknya,” ucap Tika, dikutip dari Kompas.com, Jumat (23/9/2022).

Tak jauh beda dengan pernyataan Tika. Masyarakat yang juga sekaligus ibu rumah di Kec. Kunir, Kab. Lumajang, Siska juga mengkhawatirkan dengan biaya listrik yang nantinya harus ditanggung tiap bulannya jika kebijakan itu direalisasikan kemungkinan besar maka akan terjadi perubahan daya listrik yang berimbas pada kenaikan tarif listrik.

Siska menyebut saat ini dia menggunakan listrik dengan daya 450 VA dan harus membayar tarif sebanyak Rp 50.000 per bulan.

“Kalau diganti kompor listrik, yang dayanya kecil seperti kita gimana, nanti baru masak udah gejlek (mati listrik karena daya tidak kuat) kapan matangnya, kalau dinaikkan pasti harganya juga jadi lebih mahal,” imbuh
Siska.

Di sisi lain, beredar informasi bahwa di sejumlah kota yang menjadi lokasi uji coba kompor listrik, para penerima program uji coba, daya listriknya bakal dinaikkan hingga 3.500 va.

Lebih lanjut, penjual makanan di pinggir sawah Desa Boreng, Kec. Lumajang, Baiyah juga turut bingung jika kebijakan tersebut direalisasikan.

Dia mengaku, bagi penjual makanan seperti dirinya akan lebih merepotkan lantaran harus menyiapkan instalasi listrik di warungnya.

Begitu pula jika hanya digunakan sebagai kebutuhan rumah tangga, dia khawatir kompor listrik tersebut akan lebih cepat rusak sebab jarang digunakan oleh warga desa.

Kendati demikian, walaupun telah ada teknologi kompor gas, sejumlah masyarakat di desa masih banyak yang menggunakan kayu bakar untuk memasak.

Selain karena dianggap hemat biaya bagi mereka. Memasak dengan kayu bakar juga dapat menghasilkan cita rasa masakan yang lebih nikmat.

“Di sini masih banyak yang pakai kayu, kalau mau ganti (kompor) listrik nanti malah tidak terpakai, kalau di warung gini mau ditancepin ke mana juga,” tukas Baiyah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here