Kendaraan Listrik Makin Booming, Begini Peluang Emiten Nikel dan EV di RI

FirstIndonesiaMagz.id– Kampanye penggunaan kendaraan listrik tengah booming di Indonesia, bahkan mendapat dukungan subsidi dari pemerintah. 

Hal ini seiring dengan fakta bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam nikel, komponen utama baterai. Indonesia juga merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia pada 2023 dengan perkiraan volume produksi 1,8 juta metrik ton, berkontribusi 50% terhadap total produksi nikel global.

Deputy Head of Research SimInvest (Sinarmas Sekuritas), Inav Haria Chandra menuturkan, meningkatnya popularitas dan adopsi Kendaraan Listrik (EV) secara global menawarkan peluang signifikan bagi Indonesia, terutama untuk industri nikelnya. 

Wood Mackenzie memprediksi penjualan mobil listrik global akan meningkat dari 3 juta unit pada 2021 menjadi 49 juta unit pada 2040, atau dengan rata-rata peningkatan 16% per tahun. Nikel Sulfat merupakan komponen penting dalam baterai lithium-ion yang digunakan dalam EV. 

“Secara singkat, kenaikan global EV merupakan berkah bagi Indonesia, di samping memberikan peluang emas bagi perusahaan-perusahaan nikel untuk memonetisasi cadangan nikel,” terangnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Kamis (28/3). 

“Hal ini sejalan dengan dorongan global menuju elektrifikasi dan keberlanjutan lingkungan, menempatkan Indonesia tidak hanya sebagai pemasok utama, tetapi juga sebagai kontributor penting dalam revolusi hijau,” papar Inav.

Permintaan nikel untuk produksi baterai diprediksi akan mengalami peningkatan permintaan dari 211 kilo ton pada 2021 menjadi 700 kilo ton padan 2030. Indonesia, sebagai produsen dan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, berada di garis depan pada pasar yang berkembang ini.

Secara khusus, sambung Inav, tren ini menguntungkan Indonesia dengan memungkinkan perusahaan-perusahaan nikel untuk memonetisasi deposit limonit mereka. Deposit limonit, yang secara historis tidak dimanfaatkan secara maksimal karena kandungan nikelnya yang lebih rendah dibandingkan dengan bijih saprolit, kini menjadi semakin berharga.

Keberadaan teknologi High-Pressure Acid Leach (HPAL) menjadi game-changer bagi Industri nikel di Indonesia. HPAL memungkinkan para penambang nikel di Indonesia untuk tidak hanya mengekstrak nikel dari bijih limonit dengan cara yang lebih efektif dan efisien tapi juga memproduksi MHP, sebuah produk intermediary yang kaya akan nikel dan kobalt. 

MHP berperan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan nikel sulfat, komponen kunci dalam pembuatan baterai yang diperlukan untuk kendaraan Listrik. Hal ini tidak hanya memungkinkan perusahaan nikel Indonesia untuk meningkatkan produksi mereka, tetapi juga untuk mendiversifikasi penjualan, yang selama ini lebih berfokus untuk memenuhi kebutuhan industri baja.

Selain itu, monetisasi deposit limonit diharapkan dapat merangsang manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, termasuk peningkatan investasi, penciptaan lapangan kerja, dan kemajuan teknologi dalam industri penambangan dan pengolahan nikel. 

Teknologi HPAL diprediksi akan menelan biaya investasi sebesar USD50 ribu per ton dari kapasitas produksi. Dalam kurun waktu 2021-2026 diprediksi setidaknya akan terdapat 12 HPAL yang akan beroperasi di Indonesia dengan total kapasitas mencapai 957 ribu ton Ni per tahun, diprediksi menelan biaya sekitar USD47 miliar.

“Kondisi ini bisa menjadi kesempatan bagi masyarakat yang ingin berinvestasi dan mengoleksi saham-saham komoditas dan kendaraan listrik yang ada di Bursa,” pungkas Inav.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here