FirstIndonesiaMagz.id, Jawa – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, merespons kritikan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) terkait rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tahun 2025.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan tarif PPN ini sudah sesuai dengan undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan didasari oleh kebutuhan peningkatan penerimaan negara.
DPD RI menyoroti kenaikan tarif PPN ini yang dinilai akan memberatkan bagi perekonomian Indonesia.
Anggota Komite 4 DPD RI, Sukisman, mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN 12% tersebut akan menambah beban untuk masyarakat. Lebih lanjut, Sukisman berharap adanya insentif bagi perusahaan-perusahaan yang sedang dalam masa pemulihan terkait dengan pajak.
Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN 12% sudah sesuai dengan undang-undang HPP.
“PPN naik dari 10 ke 11%, sedangkan yang 12% adalah untuk tahun depan. Kami tentu serahkan kepada pemerintah baru,” ujar Sri Mulyani, Jakarta, Selasa (18/6).
Sri Mulyani juga menjelaskan pertimbangan kenaikan PPN dalam undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan.
Menurutnya, mengingat kebutuhan peningkatan penerimaan negara usai menggelontorkan belanja yang cukup besar pada saat pandemi, penerimaan negara perlu kembali ditingkatkan untuk memulihkan kinerja pertumbuhan ekonomi dan menjaga momentumnya agar tetap berkelanjutan.
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025 berada di bawah tiga persen.
Hal ini sejalan dengan tema Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan yang diusung pemerintah dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025.
Namun, Sri Mulyani juga menegaskan bahwa pemerintah baru berwenang untuk melakukan perubahan terhadap APBN 2025 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007. Hal ini penting mengingat adanya potensi perubahan kebijakan yang mungkin dilakukan oleh pemerintah baru.
Dengan demikian, kenaikan tarif PPN menjadi 12% di tahun 2025 ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara dan memulihkan ekonomi pasca-pandemi. Meski demikian, pemerintah juga memperhatikan dampak dari kenaikan tarif PPN ini terhadap masyarakat dan perekonomian Indonesia.